Labuan Bajo (ANTARA) - Sasando yang menjadi alat musik tradisional dari Provinsi Nusa Tenggara Timur diperkenalkan lewat dentingan merdunya dalam ajang Spouse Program pada Pertemuan Kedua Sherpa G20 di Plataran, Atlantis Beach, Labuan Bajo, Manggarai Barat.
"Meski banyak alat musik dari luar, kita harus melestarikan alat musik tradisional. Orang luar saja sangat antusias dengan alat musik Sasando, seharusnya pula kita sebagai anak bangsa bisa melestarikan dan memperkenalkan keunikan budaya sendiri ke kancah internasional," kata Seniman Sasando Jegril Pah (42) dalam keterangan yang diterima di Labuan Bajo, Senin.
Sasando merupakan alat musik yang bentuknya serupa sayap dan dimainkan dengan cara dipetik seperti gitar atau harpa. Bagian utama Sasando berbentuk tabung panjang seperti harpa yang biasanya terbuat dari bambu. Sasando mempunyai ruang resonansi suara yang terbuat dari anyaman daun lontar yang sering disebut haik.
Jegril mengatakan secara harfiah nama Sasando berasal dari bahasa Rote yaitu “Sasandu” yang berarti “bergetar atau berbunyi”. Sasando sering dimainkan untuk mengiringi nyanyian, syair, tarian tradisional dan menghibur keluarga yang berduka.
Kisah terciptanya Sasando dimulai dari dua penggembala yang membawa ternak ke sebuah danau untuk meminum air. Ketika ternaknya sudah minum, salah satu gembala juga ingin minum. Mereka menjadikan daun lontar di sekitar mereka sebagai wadah minum. Daun lontar dilipat hingga membentuk seperti mangkuk. Ketika melipat daun lontar tersebut, ada serat daun yang melintang dan terbentang.
"Ketika serat daun yang melintang tersebut tersentuh ibu jari si gembala, ternyata mengeluarkan bunyi," ujarnya.
Namun, ada versi lain juga yang menceritakan sejarah tentang alat musik itu.