Zaki dan Citra, pekerja migran Indonesia yang hanya kenal kata maju
Terus kalian harus lebih mencintai diri sendiri. Jaga diri, karena ada keluarga kalian di Indonesia yang menunggu kalian
Saat itulah temannya yang lain mengajaknya untuk mencoba menjadi TKI, yang tentu saja tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Terlebih, menurut dia, kesan seorang tenaga kerja Indonesia di kampungnya tidak begitu baik, komentar miring bertebaran di kalangan warga.
Namun Citra tidak peduli dan ingin membuktikan sebaliknya, bahwa menjadi TKI tidaklah buruk. Terlebih banyak teman SMA-nya yang secara akademis tidak sebaik dirinya, namun kini sudah dapat bekerja di pabrik-pabrik yang ada di Malaysia.
Jalan yang sebelumnya seperti tertutup rapat, menurut Citra, mulai terbuka. Perwakilan perusahaan Jepang yang beroperasi di Malaysia datang langsung mengadakan tes penerimaan tenaga kerja di Medan, dan kesempatan itu tidak disia-siakannya.
Citra bersama 14 Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya lolos dalam rekrutmen tersebut, dan mendapat kontrak kerja di Malaysia. Berita gembira itu, tidak segera disampaikan pada ibunya di rumah dan ayahnya yang saat itu sedang bekerja di sebuah ladang kelapa sawit di Papua.
Ia mengaku takut patah hati lagi jika sampai orang tuanya tidak mengizinkan. Hanya selang sekitar dua minggu sebelum keberangkatan ke Johor Bahru, barulah kabar itu disampaikannya pada keluarga.
Wejangan, nasihat, pesan mengalir dari keluarga besarnya. Citra anak pertama dan yang pertama akan bekerja di luar negeri, sudah sepatutnya semua keluarganya merasa khawatir.
Dan di Johor Bahru lah kini ia berada. Bekerja sebagai quality control di sebuah industri milik perusahaan Jepang yang beroperasi, sambil melanjutkan pendidikannya di Universitas Terbuka Kelompok Belajar (Pokjar) Johor Bahru.
Wajahnya begitu semringah saat menceritakan semua itu. Senyumnya mengembang.
Berbeda dengan Zaki yang dalam bekerja sehari-hari masih sempat membuka modul perkuliahan lewat aplikasi, Citra memilih untuk fokus melakukan kuliah daring hanya di akhir pekan. Mereka berdua menyesuaikan waktu yang paling fleksibel untuk dapat bekerja dan kuliah secara daring di UT.
Zaki saat ini masih berada di semester satu dan sengaja mengambil ilmu manajemen untuk bisa memajukan usaha batiknya. Sedangkan Citra ada di semester empat, dan segera ingin memberikan kejutan pada keluarganya saat nanti berstatus sarjana.
Citra menggambarkan dirinya lima tahun ke depan bisa menjadi guru yang berpartisipasi membangun kampungnya, terutama dalam hal pendidikan kaum muda. Akhlak, menurut dia, perlu diajarkan lebih baik bagi anak-anak di sana sebagai bekal untuk masa depan mereka.
Citra mengaku senang mengajar. Jika kesempatan itu ada, ia ingin menjadi guru.
Kebanggaan pekerja migran
Tidak ada kata minder menjadi seorang pekerja migran Indonesia. Karena bagi Zaki, mereka penyumbang besar devisa negara.
“Jadi kita itu penyumbang devisa terbesar nomor 1. Jadi enggak pernah tuh berpikir, ‘eh TKI di luar sana itu begitu ya’. Ah enggak. Dari uang itu kita bisa menggaji pejabat. Jadi bapak-bapak di DPR enggak boleh sombong ya,” kata Zaki, dilanjutkan dengan tawa.
Dan ketika sudah ada di luar negeri, Zaki mengatakan sangat penting untuk mengangkat nama Indonesia, sehingga tidak dipandang sebelah mata.
“Harus bisa menunjukkan Indonesia bukan butiran debu, seperti yang kau pikirkan kemarin. Jadi kita ingin kasih lihat kalau Indonesia itu bagus banget, indah banget,” kata Zaki yang berhasil menjawab pertanyaan dan membawa pulang sebuah sepeda dari Presiden Joko Widodo, saat masih bekerja di Singapura.
Itu juga yang menjadi alasan dirinya begitu semangat memperkenalkan batik di mancanegara. Batik Indonesia memiliki keragaman motif yang luar biasa kaya dan masing-masing memiliki filosofi tersendiri, lanjutnya.
Zaki berpesan untuk semua PMI di negara manapun mereka berada saat ini, untuk jangan pernah menyerah, terus semangat. Ketika merasa tertindas, cobalah untuk berbicara jangan hanya disimpan dalam hati, karena hanya akan membuat depresi.
“Terus kalian harus lebih mencintai diri sendiri. Jaga diri, karena ada keluarga kalian di Indonesia yang menunggu kalian,” ujar Zaki memberi semangat, terutama untuk para pekerja migran perempuan di luar sana.
Zaki dan Citra hanya mengenal kata maju. Karena kegagalan hanya butiran debu dari proses untuk terus maju.
Baca juga: Anak TKI tidak lagi harus jadi TKI
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Zaki dan Citra hanya kenal kata maju