Wayang Sasak jadi media komunikasi lintas budaya yang harus berteman zaman

id wayang sasak,seni pertunjukan wayang,museum ntb,dalang wayang sasak,suku sasak,lalu nasib ar,majelis adat sasak Oleh Sugiharto Purnama

Wayang Sasak jadi media komunikasi lintas budaya yang harus berteman zaman

Seorang anak menonton pertunjukan wayang Sasak yang dibawakan oleh maestro dalang Lalu Nasib AR dalam acara bertajuk Museum Begawe di Lapangan Kolaborasi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, Kota Mataram, Sabtu (21/9/2024). (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Mataram (ANTARA) - Lalu Nasib AR (83 tahun) memulai perjalanannya malam itu dengan menceritakan kisah transisi kepemimpinan Raja Jayengrane kepada putra mahkotanya yang bernama Maryunani dalam sebuah pementasan wayang kulit Sasak.

Raja Jayengrane adalah tokoh generasi tua, sedangkan anaknya Maryunani adalah tokoh generasi muda. Proses perpindahan kekuasaan itu tidak berjalan mulus karena ada pengaruh dari para punggawa, seperti alam daur dan selandir.

Kebijaksanaan yang dimiliki Raja Jayengrane dalam memandang setiap masalah dan sifat mengakui kesalahan yang ada pada diri Maryunani membuat konflik mereka berdua akhirnya padam. Itu adalah garis besar cerita wayang Sasak yang disuguhkan oleh Lalu Nasib AR.

Jarum jam analog menunjukkan pukul 20.50 WITA, pada Sabtu (21/9/2024). Di Lapangan Kolaborasi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat yang terletak di jantung Kota Mataram padat pengunjung. Orang-orang yang tadinya menyebar di sekitaran stan produk UMKM perlahan mulai merapat ke depan panggung saat mendengar bebunyian alat musik tradisional.

Di atas panggung setinggi 1,5 meter yang diselimuti terpal berwarna biru, Lalu Nasib AR menyiapkan sejumlah aktor wayang Sasak. Wayang-wayang itu terbagi dua yang ditempatkan pada sisi kanan sebagai tokoh baik dan sisi kiri sebagai tokoh jahat.

Kain putih menjadi latar belakang dalam pertunjukan tersebut. Lampu pijar yang temaram memancarkan warna jingga menegaskan setiap lekuk wayang Sasak melalui bayangan-bayangan hitam.

Salah satu adegan dalam pertunjukan wayang Sasak yang dipentaskan oleh maestro dalang Lalu Nasib AR dalam acara Museum Begawe di Lapangan Kolaborasi Museum NTB, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (21/9/2024). (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Bagi etnis Sasak yang mendiami Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat, wayang Sasak merupakan seni pertunjukan yang berfungsi sebagai media komunikasi yang efektif menjangkau khalayak.

Jauh sebelum ada televisi dan bioskop, wayang Sasak digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan bernilai filosofi tentang kehidupan, sosial-budaya, maupun agama.

Wayang Sasak mengambil cerita Menak yang sumber kisahnya tentang kehidupan Amir Hamzah yang merupakan paman Nabi Muhammad SAW. Tokoh Amir Hamzah punya banyak gelar dalam cerita pewayangan Sasak, salah satunya Raja Jayengrane.

Lalu Nasib AR mendongak saat musik tradisional memasuki tempo allegro dan sesekali membetulkan sapuk (ikat kepala) yang menutupi ubun-ubunnya. Tangan sang maestro wayang Sasak itu menggenggam erat gapit yang bergerak meliuk menciptakan perseteruan sengit antara wayang kanan dan wayang kiri.


Tak sekadar pertunjukan

Wayang Sasak adalah instrumen komunikasi simbolik yang awalnya digunakan untuk media dakwah agama Islam di Pulau Lombok. Setiap tokoh wayang punya moral beragam yang menjadi pedoman dan pembelajaran bagi masyarakat.

Selain berfungsi untuk syiar agama, wayang Sasak juga berperan sebagai alat pendidikan, media penerangan, dan sarana hiburan.

Buku berjudul Wayang Sasak yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengembangan Permuseuman Nusa Tenggara Barat pada tahun 1987 menyebutkan bahwa wayang merupakan salah satu unsur kebudayaan asli Indonesia dan telah ada sebelum kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia.

Saat itu wayang berfungsi sebagai personafikasi perwujudan para leluhur. Setelah kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia, sekitar abad ke-5 masehi, pewayangan mendapat pengaruh yang lebih luas terutama dalam mewujudkan tema dan bentuknya yang lebih disempurnakan.

Sejak 1976 hingga sekarang, Museum Negeri Nusa Tenggara Barat terus berusaha menyimpan, memelihara, dan memperkenalkan wayang Sasak sebagai salah satu bagian dari koleksi museum pelat merah tersebut.

Pada 21 September 2024, acara bertajuk Meseum Begawe yang menyuguhkan pagelaran wayang Sasak adalah salah satu upaya Museum Negeri Nusa Tenggara Barat dalam merawat tradisi tutur dan pentas wayang Sasak.

Sejumlah penonton menyaksikan pertunjukan wayang Sasak yang dibawakan oleh maestro dalang Lalu Nasib AR dalam acara bertajuk Museum Begawe di Lapangan Kolaborasi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, Kota Mataram, Sabtu (21/9/2024). (ANTARA/Sugiharto Purnama)


"Museum berkepentingan untuk melestarikan itu agar pelestariannya bisa kami teruskan ke generasi mendatang," kata Kepala Museum Nusa Tenggara Barat Ahmad Nuralam.

Pagelaran wayang Sasak yang menghadirkan maestro Lalu Nasib AR adalah bentuk apresiasi dan pelestarian Museum Negeri Nusa Tenggara Barat terhadap seni pertunjukan tradisional di Pulau Lombok.

Pada tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI melalui surat keputusan nomor 238/M/2013 menetapkan wayang Sasak sebagai warisan budaya tak benda dari Nusa Tenggara Barat yang masuk ke dalam domain seni pertunjukan.