Zaki dan Citra, pekerja migran Indonesia yang hanya kenal kata maju

id pekerja migran Indonesia,Johor Bahru, KJRI Johor Bahru,PMI,Malaysia Oleh Virna P Setyorini

Zaki dan Citra, pekerja migran Indonesia yang hanya kenal kata maju

Pekerja Indonesia, Nur Yamsi Zakina (kiri) dan Citra Yudhi Lestari (kanan) di ruang guru Sekolah Indonesia Johor Bahru usai wawancara dengan ANTARA di Johor Bahru, Malaysia, (3/12/2022). (ANTARA/Virna P Setyorini)

Terus kalian harus lebih mencintai diri sendiri. Jaga diri, karena ada keluarga kalian di Indonesia yang menunggu kalian
Kuala Lumpur (ANTARA) - Waktu terasa cepat berlalu saat berbincang dengan Zaki dan Citra, dua pekerja migran Indonesia (PMI) yang kini bekerja dan menetap di Johor Bahru, Malaysia.

Pemilik nama lengkap Nur Yamsi Zakina (38) tidak putus bercerita tentang pengalamannya selama bekerja di luar negeri saat ditemui di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru. Dari cerita itu bisa dibilang Zaki bukanlah pekerja migran kemarin sore.

Dengan niat membantu orang tua terlepas dari lilitan utang, perempuan kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur, itu meninggalkan kampung halamannya pada 2006. Impiannya bisa bekerja di Hong Kong, namun Singapura menjadi tempat pertamanya berlabuh.

Tentu itu bukan sebuah kegagalan dari seorang Zaki untuk mencapai impiannya menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) sukses. Semua harus berproses, dan Singapura hanya awal dari proses yang harus dilaluinya ketika itu.

“Keinginan saya itu, ingin pergi ke Hong Kong. Namun karena belum pandai dalam bahasa, akhirnya saya dianjurkan ke Singapura. Akhirnya saya masuk Singapura karena basic-nya bisa bahasa Inggris saja,” kata Zaki.

Hanya sekitar satu tahun delapan bulan ia bekerja di Singapura sebagai pengasuh anak, lalu kembali ke Tanah Air untuk segera mengurus semua perizinan agar dapat bekerja di Hong Kong secara legal.

Darah mudanya bergemuruh mengalir deras mencari hal baru yang lebih menantang hingga sempat pindah ke Makau untuk bekerja di sana. Sampai pada titik dirinya merasa sudah terlampau jauh melenceng dari apa yang menjadi mimpinya, Zaki memutuskan kembali ke Hong Kong dan bekerja sebagai pengasuh anak.

 
Mahasiswa Universitas Terbuka Pokjar Johor Bahru yang juga pekerja Indonesia Nur Yamsi Zakina di perpustakaan Sekolah Indonesia Johor Bahru saat wawancara dengan ANTARA di Johor Bahru, Malaysia, (3/12/2022). (ANTARA/Virna P Setyorini)



Di sana ia mulai mengenal dan bergabung dengan sebuah organisasi yang khusus membela hak-hak TKI bernama Pilar. Zaki aktif ikut memperjuangkan hak-hak tenaga kerja wanita (TKW) di Hong Kong, mulai dari gaji yang harus naik, uang makan, hingga perlindungan bagi profesinya, yang saat itu dirasakan belum cukup.

Ia juga menyalurkan hobi dan bakatnya berkesenian dengan bergabung dalam klub tari bernama You Can Dance, yang kemudian dilanjutkannya ketika kembali bekerja di Singapura.

Zaki bersama kelompok tarinya juga sempat mewakili Indonesia dalam sebuah lomba di Singapura dan berhasil meraih juara 1, dengan menampilkan tarian yang memadukan modern dance dengan sentuhan tradisional. Ia sempat mengenakan kostum Leak Bali ketika itu.

Sambil bekerja sebagai pengasuh anak, ternyata dirinya juga aktif berjualan batik secara daring. Ia bahkan mengaku kerap mendesain dan memproduksi sendiri model baju batiknya untuk dijual.

“Waktu lagi panas-panasnya budaya Korea, saya mix up dengan batik. Jadi saya memproduksi sebuah celana yang namanya celana kodok, jadi kayak hip hop style, seperti saya pakai sekarang. Keren juga,” kata Zaki.

Baca juga: Presiden Jokowi berharap penempatan satu kanal PMI di Malaysia berjalan baik