Vientiane, Laos, (AntaraKL) - Lebih dari 1.000 pengunjung terlihat memadati area parkir Mal International Trade Exhition and Convention Center (ITECC) di Ibu Kota Laos Vientiane, Sabtu dan Minggu lalu.
Di kompleks yang pernah menjadi arena SEA Games 2009 itu terlihat berjejer rapi tenda-tenda dari negara peserta anggota ASEAN plus negara lain yang menjadi mitra dialog, seperti AS, Rusia, India, Korea Selatan dan Jepang.
Dari pululan stan, yang paling mencolok adalah perwakilan dari Indonesia karena menempati enam stan dan merupakan yang paling banyak daripada negara lain, bahkan dari tuan rumah Laos sendiri.
Tidak mengherankan bila Indonesia lebih dominan karena memang bertindak sebagai tuan rumah, bekerja sama dengan Kementerian Informasi, Budaya, dan Pariwisata Laos.
Di bagian kuliner, Indonesia menampilkan nasi padang sebagai menu andalan yang ditampilkan pada hari pertama dan nasi goreng pada hari kedua. Kedua hidangan tersebut laris manis diserbu pengunjung.
Adalah chef profesional Dwito Nugroho Satmoko yang menjadi motor utama kuliner Indonesia karena meski bukan Urang Awak, dia mampu menyajikan masakan padang yang sesuai dengan selera orang asing yang tidak terlalu suka makanan pedas.
Karena festival tersebut bertemu musik dan kuliner, Dwito pun kemudian tidak lupa memasang televisi besar di depan stan yang memutar lagu berjudul "Nasi Padang" yang dipopulerkan Audun Kvitland, seorang pria asal Norwegia.
Dalam lagu tersebut, Kvitland menceritakan bagaimana dia jatuh cinta dengan nasi padang setelah jalan-jalan ke Indonesia selama beberapa minggu.
Sejak pertama kali diungguh di media sosial Youtube pada 4 Oktober lalu, lagu tersebut sudah mencatat lebih dari 1,6 juta kunjungan.
Bersama istrinya, Novi, Dwito menyajikan berbagai jenis masakan padang seperti ayam pop, ikan gulai kuning, ayam bakar, pangek ikan, dan tentu saja rendang daging sapi.
Dwito yang sudah berkecimpung di dunia kuliner selama 36 tahun itu secara khusus juga menyiapkan brosur panduan praktis membuat rendang dalam versi bahasa Inggris dan Laos.
"Khusus rendang, saya sajikan dengan bumbu yang tidak terlalu pedas, beda dengan yang aslinya di Tanah Air," kata Dwito yang juga mengajar di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta itu.
Sebagai pendamping menu utama masakan padang, juga ditampilkan sop buntut, sate buntel, gulai kambing, dan nasi goreng yang laris manis diserbu pengunjung.
Di bidang musik, wakil dari Indonesia juga tampil mengesankan dan berhasil menghibur para pengunjung yang umumnya berasal dari negara-negara anggota ASEAN dan mitra dialog, seperti Australia, India dan Tiongkok.
Pada hari pertama, penyanyi dangdut Oza Kioza berhasil membuat suasana yang sebelumnya mononton dan kurang bergairah menjadi lebih hidup berkat kemampuannya berinteraksi dengan penonton.
Meski sebagian besar penonton tidak mengenal aliran musik dangdut, akhirnya ikut berjoget mengikuti irama lagu yang dinamis, seperti "Sakitnya Tuh Disini" dan "Mencari Pokemon."
Tidak ketinggalan juga tampil grup musik rock anak muda Indonesia bernama Rebel Suns yang menambah panas arena dengan lagu Save Your Breath, World Number Two, Things We Did, dan Sugar.
Sementara grup musik Andra and the Backbone yang tampil pada hari kedua, juga berhasil menggoyang penonton melalui lagu "It's My Life", "Musnah", atau juga ikut terhanyut dengan lagu "Main Hati" dan "Sempurna".
Festival pada hari terakhir tersebut semakin semarak dengan kehadiran tampilnya penyanyi Filipina Christian Bautista yang juga sudah dikenal oleh penggemar musik di Tanah Air.
Bautista pernah berduet dengan beberapa penyanyi Indonesia dan yang paling populer adalah bersama Bunga Citra Lestari melalui lagu "Tetaplah Di Hatiku".
Adalah Duta Besar RI untuk Laos Irmawan Emir Wisnandar yang memprakarsai berlangsungnya festival tersebut, sebagai bentuk penghargaan kepada Laos yang berhasil menjadi tuan rumah ASEAN Summit pada September lalu.
Pria yang akrab disapa Emir tersebut menceritakan bahwa bukanlah hal yang mudah untuk menyelenggarakan festival yang tidak hanya diikuti sepuluh negara anggota ASEAN, tetapi juga delapan mitra dialog, yaitu AS, Rusia, Australia, Tiongkok, India, Korea Selatan, Jepang, dan Uni Eropa.
Malahan Tiongkok menurut Emir sempat mempertanyakan kepada tuan rumah Laos mengapa Indonesia yang dipercayakan sebagai penyelenggara.
"Mungkin Tiongkok merasa bahwa merekalah yang seharusnya menjadi penyelenggara karena merasa lebih dekat dengan Kamboja. Akan tetapi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena kalah start dengan Indonesia," kata Emir.
Namun, kata Emir, yang penting melalui festival yang untuk pertama kali digelar tersebut, masing-masing negara bisa membawa seni budaya berupa musik dan kuliner agar saling berbagi dalam semangat kebersamaan.
Bagi Indonesia, festival tersebut mempunyai arti penting dan strategis sebagai wadah untuk mempromosikan pariwisata melalui musik, budaya, dan kuliner.
Emir berharap festival yang mengombinasikan atraksi budaya musik, tari-tarian, dan kuliner tersebut bisa digelar secara teratur karena terbukti efektif sebagai wadah untuk meningkatkan dialog di antara negara peserta.
"Dengan membawa para musisi dan ahli kuliner dari negara masing-masing, festival ini diharapkan akan semakin meningkatkan rasa toleran seperti yang menjadi pesan utama Masyarakat ASEAN," katanya menambahkan.