Hary Tanoe janji pulangkan TKI Malaysia di KBRI gratis

id Harry Tanoe, TKI, Malaysia

Hary Tanoe janji pulangkan TKI  Malaysia di KBRI gratis

Hary Tanoe saat kunjungan ke KBRI Kuala Lumpur (Foto ANTARA / Stevenali) (1)

"Kami ada pesawat untuk angkut pulang. Nanti saya kirim. Kalau ada sampai 40 orang, saya kirim pesawatnya. Bisa pilih mendarat di Jakarta, Semarang atau Surabaya," ujarnya saat berdialog dengan ibu-ibu penghuni shelter di KBRI Kuala Lumpur, Kamis.
Kuala Lumpur, (AntaraKL) - Chief Executive Officer (CEO) MNC Group yang juga Ketua Umum Perindo, Hari Tanoesudibjo, berjanji akan memulangkan TKI bermasalah yang menjadi penghuni shelter KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, secara gratis.

"Kami ada pesawat untuk angkut pulang. Nanti saya kirim. Kalau ada sampai 40 orang, saya kirim pesawatnya. Bisa pilih mendarat di Jakarta, Semarang atau Surabaya," ujarnya saat berdialog dengan ibu-ibu penghuni shelter di KBRI Kuala Lumpur, Kamis.

Saat berdialog, dia didampingi pengurus Perindo dari Jakarta dan Kuala Lumpur, sedangkan dari KBRI diwakili oleh Minister Counsellor KBRI Kuala Lumpur, Freddy Panggabean, Kepala Fungsi Pensosbud, Trigustono Suprayitno dan pengelola shelter.

Sekitar 99 orang TKI bermasalah penghuni shelter tersebut menyampaikan keluh kesahnya selama berada di Malaysia ketika berdialog dengan Hary Tanoe di sebuah surau yang berada di lantai 1 KBRI Kuala Lumpur.

Hampir semua penghuni shelter tersebut saat ditanya ingin pulang kembali ke Tanah Air, namun mereka ingin agar gajinya dipenuhi terlebih dahulu oleh majikan dan agen-agen yang membawa mereka ke Malaysia.

Seorang ibu asal Sumatera Barat dengan mata berlinang menyampaikan informasi tentang kawannya asal Cianjur yang bertahun-tahun tidak menerima gaji, pindah-pindah majikan dan dibawah ancaman gangster.

Seorang ibu tua asal Jember juga mengeluhkan dua orang anaknya yang sudah sarjana dan honorer di sebuah sekolah serta bertahun-tahun tidak diangkat sehingga masih sering minta kiriman uang dari dirinya yang bekerja di Malaysia.

Para TKI tersebut dalam perlindungan KBRI dan sedang dalam penyelesaian terhadap kasus yang dihadapi. Beberapa diantaranya ada yang hamil, ada yang memiliki anak, sakit jiwa, dan bermasalah terhadap agen dan majikan karena tidak diberikan gaji.

Mereka juga berharap di Tanah Air tersedia banyak lapangan pekerjaan sehingga mereka tidak pergi ke Malaysia.

"Saya senang sekali berada disini. Kami yang datang disini latar belakangnya macam-macam. Saya pengusaha. Kita sama-sama keluarga besar. Saya harapkan kalau masuk ke Malaysia agar menggunakan agen resmi," katanya.

Hary mengatakan dirinya tidak mungkin membantu satu per satu terhadap masalah para TKI, apalagi kalau terkait masalah hukum karena itu akan membantu secara umum.

Dia juga merasa senang para TKI saat berada di shelter bisa mengisi waktu dengan sejumlah ketrampilan seperti rias pengantin, belajar Bahasa Inggris, membuat kue dan sebagainya yang terpenting jangan sampai menganggur.


Pada saat diwawancarai, Hary mengharapkan agar instansi terkait bisa memberikan pemahaman yang benar kepada para TKI, terutama terkait dengan dokumen resmi sebelum mereka berangkat.


"Kita juga harus punya mekanisme bagaimana cara melindungi dan membantu mereka secara maksimum. Kasihan mereka. Mereka ini kan berpendidikan rendah. Mereka tidak mencari gara-gara, namun karena ketidaktahuan," katanya.

Minister Counsellor KBRI Kuala Lumpur, Freddy Panggabean, mengatakan TKI yang tidak berdokumen di Malaysia ada sekitar 1,5 juta jiwa, sedangkan yang berdokumen juga sekitar 1,5 juta jiwa.

"Sektor yang masih dikuasai TKI adalah perkebunan. 90 persen pekerjanya berasal dari Indonesia. Sedangkan sektor konstruksi sudah ada Bangladesh karena mereka ada perjanjian G to G antara Malaysia dan Bangladesh," katanya.

Sedangkan WNI yang berada di kilang atau pabrik, ujar dia, kebanyakan pekerja perempuan.

"Seperti di Western Digital, tercatat 9.000 pekerjanya dari WNI. Kenapa Indonesia disukai ?. Karena ada standar service bahasanya Inggris dan Melayu, sehingga susah kalau mencari pekerja dari Vietnam," katanya.

Tantangan paling berat para TKI, ujar dia, adalah Pembantu Rumah Tangga (PRT) karena dalam Undang-Undang Malaysia tidak diakui sehingga agak susah dalam perlindungan.