Jakarta (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengharapkan Pemerintah Malaysia segera menerbitkan Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait program Rekalibrasi Tenaga Kerja (RTK) versi terbaru, yaitu RTK 2.0.
"Kami harap Pemerintah Malaysia dapat melakukan sinkronisasi antara Standard Operational Procedure (SOP) dan persyaratan PMI yang bisa mengikuti atau tidak bisa mengikuti program Rekalibrasi Tenaga Kerja 2.0 ini," ujar Menaker Ida Fauziyah dalam paparannya saat menerima kunjungan Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Saifuddin Nasution bin Ismail di Jakarta, Senin.
Dengan begitu, menurutnya, dapat meminimalkan kesalahpahaman dan penerapannya dapat dijalankan dengan lebih lancar.
Ia menjelaskan bahwa Program RTK merupakan suatu program khusus untuk meregularisasikan Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia sebagai pekerja asing yang sah dan dipekerjakan oleh majikan atau pemberi kerja yang layak sesuai persyaratan ketat yang ditentukan oleh Jabatan Imigresen Malaysia (JIM) dan Kementerian Dalam Negeri Malaysia.
"Program RTK 2.0 ini merupakan kelanjutan Program RTK sebelumnya yang telah berakhir pada tanggal 31 Desember 2022," katanya.
Menaker juga berharap, dengan mekanisme baru itu dapat menghapus atau mengurangi jumlah PMI yang akan bekerja di Malaysia secara non-prosedural yang dapat berpotensi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Hingga 29 Januari 2023, dapat kami sampaikan bahwa telah ada permintaan sebanyak 113.943 untuk PMI sektor formal (selain sektor domestik) dari perusahaan di Malaysia yang telah diverifikasi oleh Perwakilan RI di Malaysia," paparnya.
Dalam kesempatan itu, Menaker juga menyampaikan bahwa berdasarkan pengamatan di lapangan terhadap penerapan rekalibrasi pulang yang menggunakan sistem sebelumnya telah berlangsung dengan baik sehingga memudahkan dan mempercepat proses keimigrasian bagi WNI untuk dapat kembali pulang ke Tanah Air.
Sehubungan dengan hal ini, ia menilai bahwa saat ini proses Rekalibrasi Tenaga Kerja 2.0. tidak lebih baik karena tidak disertai dengan adanya program Rekalibrasi Pulang sehingga PMI membutuhkan waktu lama dan biaya yang lebih mahal untuk mengurus proses kepulangan terutama bagi kelompok rentan.
"Saya percaya, dengan dukungan Yang Mulia Datuk Seri Saifuddin Nasution bin Ismail, Menteri Dalam Negeri Malaysia beserta tim, kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia, khususnya di bidang ketenagakerjaan dapat menghasilkan solusi yang lebih konkret," tuturnya.
Baca juga: Serikat buruh migran berharap majikan mau mengurus rekalibrasi pekerjanya