Merawat keberlangsungan pers di tengah tantangan disrupsi teknologi digital
Puncaknya, pers juga harus tetap berpegang teguh pada idealisme, bersikap objektif, dan tidak tergelincir dalam polarisasi menjelang berlangsungnya Pemilu Serentak 2024
Menurut laporan Reuters Institute Digital News 2023, media daring menjadi sumber yang paling banyak diakses masyarakat dengan persentase 88 persen, termasuk media sosial 68 persen, sedangkan media konvensional televisi sekitar 57 persen, dan media cetak berada di titik paling bawah, yaitu 17 persen.
Tantangan lainnya yang dihadapi pers saat ini adalah perkembangan teknologi kecerdasan buatan. Saat ini, mulai bermunculan teknologi berbasis kecerdasan buatan yang bisa meniru, bahkan menggantikan pekerjaan-pekerjaan manusia, termasuk jurnalis.
Salah satunya ChatGPT. ChatGPT, sebagai perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan yang bisa menjawab pertanyaan apapun dengan cara-cara yang mendekati manusia. Selain menjawab, ChatGPT juga bisa membuat tulisan yang panjang, bahkan esai, puisi dan lelucon.
Kehadiran teknologi, seperti ChatGPT, menjadi tantangan bagi berbagai bidang pekerjaan, termasuk pers. Kemampuan ChatGPT yang bisa membuat tulisan panjang, seperti artikel, bukan tidak mungkin akan menggantikan peran pers di masa mendatang.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, berbagai tantangan yang ada saat ini bukan sekadar permasalahan domestik di masing-masing perusahaan pers, tetapi juga merupakan permasalahan pers nasional yang harus diatasi bersama.
Di tengah-tengah berbagai tantangan, pers harus senantiasa bisa membangun inovasi yang unik, adaptif dan kekinian. Dengan inovasi dan adaptasi, pers akan mampu mengeksplorasi berbagai peluang tanpa harus mengorbankan independensi dan profesionalisme wartawan.
Misalnya saja soal kecerdasan buatan. Alih-alih menjadikannya sebagai ancaman, pers bisa memanfaatkan kemajuan teknologi digital tersebut untuk mendatangkan berbagai peluang besar, baik bagi pers, media, dan jurnalistik itu sendiri. Namun, hal itu tentu perlu diimbangi dengan kemampuan kecepatan beradaptasi oleh para insan pers.
Seiring dengan masifnya perkembangan teknologi digital dan kemunculan media-media baru dalam dunia pers, hal itu juga mendorong urgensi pengaturan payung hukum untuk memfasilitasi terbukanya peluang-peluang baru agar perusahaan pers tetap dapat berkarya.