Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan perlunya upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), ketika ia memimpin pertemuan Bali Process di Adelaide, Australia, pada Jumat (10/2).
Terdapat dua pertemuan di bawah mekanisme kerja sama Bali Process yang dipimpin Menlu Retno bersama Menlu Australia Penny Wong, yaitu ministerial plenary serta Government and Business Forum (GABF).
“Di dalam plenary saya sampaikan bahwa isu tindak pidana perdagangan orang semakin kompleks dengan meningkatnya jumlah irregular migrant,” kata Retno ketika menyampaikan pemaparan media melalui akun YouTube resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Dia mengacu pada data Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), yang memperkirakan 10,9 juta orang di Asia Pasifik terancam terusir tahun ini akibat berbagai faktor, mulai dari konflik, perubahan iklim, hingga kesulitan ekonomi.
“Pelaku kejahatan tindak pidana perdagangan orang juga semakin canggih, menggunakan teknologi untuk melakukan aksi mereka sehingga semakin sulit untuk diidentifikasi. Para korban, khususnya perempuan, semakin rentan mengalami kekerasan,” tutur dia.
Karena itu, menurut Retno, Bali Process harus mampu beradaptasi terhadap tantangan yang semakin berkembang dengan memperkuat upaya pencegahan TPPO dan memerangi penyalahgunaan teknologi.
Seruan yang sama dia sampaikan di dalam pertemuan GABF.
Pada pertemuan itu, Retno mengatakan dunia usaha harus berperan mengatasi tindak pidana perdagangan manusia dan kerja paksa dalam kegiatan usaha dan rantai pasok mereka.
Berdasarkan data Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), setiap hari terdapat 27,6 juta orang yang menjadi korban kerja paksa, yang mayoritas dari kasus tersebut bermula dari buruknya proses rekrutmen —termasuk yang dilakukan melalui TPPO.