Satu tahun perang Ukraina-Rusia, permusuhan semakin sulit ditengahi

id Konflik Ukraina Rusia,Invasi Rusia di Ukraina,Vladimir Putin Oleh Jafar M Sidik

Satu tahun perang Ukraina-Rusia, permusuhan semakin sulit ditengahi

Tentara Ukraina menumpangi kendaraan tempur infantri BMP-2 yang berpacu di atas sebuah jalan di luar kota  Bakhmut, di tengah serangan Rusia di Ukraina, di Donetsk, Ukraina, pada 11 Februari 2023. (REUTERS/STRINGER)

Sudah terlalu banyak ongkos perang yang dikeluarkan baik Ukraina dan Rusia, maupun Uni Eropa dan Amerika Serikat. Konsesi-konsesi pun semakin mahal sehingga untuk masuk duduk di meja perundingan pun semakin sulit.

Apalagi semua pihak yang bersengketa berpandangan perundingan hanya tercipta lewat supremasi perang, seperti diutarakan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg bahwa "senjata adalah cara untuk mencapai perdamaian."

Ini kian menegaskan situasi perang di Ukraina sudah semakin menutup pintu perundingan. Bayangkan, jika tank dan pesawat tempur NATO dikerahkan di Ukraina, maka Rusia bisa memperluas konflik jauh dari sekadar Ukraina.

Untuk itu, keadaan ini mesti dicegah. Namun, dunia membutuhkan penengah yang benar-benar tidak berpihak baik kepada Rusia maupun Ukraina.

Ekonom Jeffrey Sachs yang turut merancang rekonstruksi Eropa timur pasca Perang Dingin, menyebut negara-negara netral seperti Argentina, Brazil, China, India, Indonesia dan Afrika Selatan, bisa menjadi penengah karena sikap mereka yang tidak anti Rusia, tapi juga tidak anti Ukraina.

Negara-negara itu menolak pendudukan Rusia di Ukraina, tapi juga menolak perluasan NATO ke timur Eropa.

Ini membuat posisi mereka ideal dalam membantu menemukan solusi yang adil, langgeng dan menyeluruh bagi pihak-pihak yang berperang sehingga siklus kekerasan yang sudah begitu membahayakan dunia ini bisa segera diakhiri.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Satu tahun perang Ukraina-Rusia, permusuhan kian sulit ditengahi