Pesan damai dan persaudaraan tradisi Perang Ketupat di Bangka Belitung

id Perang ketupat,Tradisi perang ketupat tempilang,Sedekah ruwah Oleh Donatus Dasapurna Putranta

Pesan damai dan persaudaraan tradisi Perang Ketupat di Bangka Belitung

Tradisi Perang Ketupat di bulan Sya'ban masih dilestarikan warga Desa Tempilang, Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung simbol perdamaian dan menjaga silaturahim. (ANTARA/ Donatus Dasapurna)

Tradisi ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisatawan. Kami mendorongnya agar tradisi ini go international


Pada prosesi "taber" (bahasa lokal dari menabur/memercik) dilakukan tetua adat dengan memercikkan air ramuan itu keliling kampung mendatangi rumah-rumah penduduk disertai dengan memanjatkan doa diiringi tetabuhan gendang dengan irama tertentu.

Setelah itu, pada esok hari, rangkaian upacara perang ketupat diselenggarakan di tepi Pantai Pasirkuning.

Sedekah Ruwah dan Pesta Adat Perang Ketupat diawali dengan "nganggung" atau makan bersama yang biasanya digelar di masjid desa, dilanjutkan dengan ritual perang ketupat di pinggir Pantai Pasirkuning.

Ritual Perang Ketupat dipimpin tetua adat setempat, beberapa tarian khas daerah itu, yaitu Tari Kedidi, Tari Serimbang dan Tari Ganjak-Ganjur yang dibawakan sejumlah gadis sebagai penanda acara telah dimulai, dan berlanjut perang ketupat, dua kelompok saling menyerang saling melemparkan ketupat.

Perang dianggap selesai setelah ketupat terlempar semua yang menandakan makhluk jahat menyerah kalah dan menjauh.

Panitia juga menghanyutkan sebuah kapal berisi sesaji ke tengah pantai sebagai simbol untuk mengantarkan roh jahat ke alamnya dan tidak mengganggu ketenteraman warga Desa Tempilang.

Tradisi ini pada perkembangannya menjadi daya tarik warga desa lain dan luar daerah untuk datang menyaksikan ritual tersebut, bahkan sampai saat ini setiap kali digelar Perang Ketupat yang hadir bisa mencapai puluhan ribu orang.

Selain mengingatkan tentang sejarah leluhur, pesta adat juga sebagai realisasi kesadaran warga akan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang dalam menjaga kelestarian alam.

Tradisi Perang Ketupat dilaksanakan pada bulan Sya'ban atau 1 bulan menjelang Ramadhan pada masa kini berkembang dan menjadi ajang silaturahim seluruh warga, keluarga yang merantau maupun masyarakat dari daerah lain untuk bersama-sama datang ke Tempilang menjalin pertemanan dan persaudaraan.

Pada kesempatan itu seluruh rumah warga terbuka untuk didatangi siapapun untuk saling kenal, bersilaturahim menambah saudara, bahkan tuan rumah menyiapkan berbagai macam sajian makanan dan minuman seperti layaknya saat lebaran Idul Fitri.

Dalam rangkaian acara itu, akulturasi budaya terjadi sangat cair, nilai-nilai kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam semesta berpadu padan dengan nilai-nilai ajaran agama yang mengedepankan silaturahim dan saling memaafkan.

Perang Ketupat, sebuah ekspresi kebudayaan yang perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bisa menjadi pengingat dan semangat pentingnya menyudahi dendam, menjalin persaudaraan untuk membangun kehidupan yang lebih bahagia dan damai.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjadikan tradisi Perang Ketupat "go international"