Kini, banyak kita temukan di lapangan atau kita baca di media, anggota Polri yang dengan sukarela menjadi guru mengaji atau membuka lembaga pendidikan dengan biaya sendiri.
Tidak sedikit anggota Polri yang sekaligus menyandang gelar sosial sebagai ustadz, guru ngaji, atau guru secara umum. Anggota Polri banyak yang mengambil bagian dalam upaya perubahan sosial menuju masyarakat yang berkeadaban.
Di tempat lain, masyarakat juga disuguhi oleh fakta ada polisi yang tidak gengsi mencari tambahan penghasilan sebagai pemulung sampah atau berjualan makanan di pinggir jalan. Mereka kerjakan itu, dengan prinsip, yang penting halal alias tidak melanggar hukum.
Bahkan, ada juga anggota Polri yang aktif mengisi konten video di media sosial, dengan tampilan yang lucu. Selain bisa menikmati berkah dari banyaknya penonton dan pengikut, anggota Polri ini juga bisa menyampaikan berbagai program Polri ke masyarakat. Fungsi edukasi tidak hanya dilakukan oleh saluran resmi dari pemimpin Polri, melainkan bisa disampirkan kepada anggota yang aktif menjadi pengisi konten medsos.
Anggota Polri tidak lagi menempatkan diri sebagai anggota masyarakat "kelas satu" di atas warga sipil. Dulu, polisi sempat menikmati posisi sosial di atas warga sipil, ketika menjadi bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di era Orde Baru.
Kalau dulu masih sering kita saksikan sosok polisi yang maunya menang sendiri di tengah masyarakat, kini budaya itu sudah terkikis. Penegakan kasus Sambo juga berpengaruh besar terhadap perilaku polisi di lapangan. Jangankan pangkat rendah, jenderal saja, ketika salah juga ditindak tegas.
Anggota Polri yang bertugas di satuan lalu lintas, dulu kita kenal suka "bermain kasus" untuk mendapatkan uang sogok dari pengendara, kini fenomena itu sudah berkurang banyak.
Memang, berubahnya fenomena itu digerakkan oleh dua motif. Pertama, polisi tidak mau berbuat salah karena takut, utamanya takut viral di media sosial, yang kemudian membawa konsekuensi hukum bagi si polisi itu.
Kedua, munculnya kesadaran dari hati terdalam bahwa sebagai anggota Polri, mereka harus memiliki sikap dan perilaku yang bermartabat. Karena itu mereka malu untuk mencari uang tambahan di jalan raya, termasuk memainkan kasus kriminal. Mereka merasa sudah mendapatkan fasilitas yang cukup dari negara.
Lepas dari motif perubahan itu, reformasi di tubuh Polri saat ini sangat dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat kini tidak perlu was-was menggunakan sepeda motor di jalan raya, asalkan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan SIM dibawa, serta pelat nomor terpasang dengan betul.