“Sebagai seorang manusia … (Derfi terisak) saya sadar saya hanya sebagai seorang pembantu rumah, yang datang jauh dari Indonesia dan tidak mempunyai keluarga di Malaysia. Saya bukan meminta dilayani sebagai raja, tapi hargai saya sebagai manusia, bukan binatang (terisak lagi).
Setidak-tidaknya perlakukan dan anggaplah saya seorang manusia yang sepatutnya mendapatkan perlakuan sama sebagaimana manusia-manusia yang lain. Ini tidak mudah. Saya tidak mendapat gaji dan upah atas setiap kerja yang saya lakukan. Saya dituduh, dihina, dan diperlakukan dengan buruk sekali sepanjang saya bekerja dengan defenden (terdakwa),” kata Derfi dalam persidangan siang itu.
Menuntut keadilan
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur menerima aduan terkait kasus Derfi per telepon dari pemilik agensi tenaga kerja di Kota Bharu pada awal November 2020. Aduan juga telah dilayangkan ke Jabatan Tenaga Kerja (JTK) Kelantan dan penyelidikan dilakukan sebagai kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Majikan Derfi menghadapi dua tuntutan pidana di Mahkamah Sesyen Kota Bharu pada November 2020, yakni (1) kesalahan kejahatan perdagangan orang dalam bentuk kerja paksa berdasarkan Pasal 12 Akta Anti Perdagangan Orang dan Penyelundupan Migran (ATIPSOM), serta (2) atas kesalahan penganiayaan berdasarkan Pasal 324 Hukum Pidana.
Tuntutan pidana itu dimenangi majikan Derfi yang berhasil meyakinkan Majelis Hakim Mahkamah Sesyen Kota Bharu Tuan Ahmad Bazli Bahruddin bahwa mereka tidak bersalah sehingga diputuskan dilepas dari hukuman pidana.
Namun dalam putusan tingkat banding pada Januari 2023, Koe Bon Aik beserta istrinya telah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan ATIPSOM unsur kerja paksa, dan hakim menjatuhkan hukuman penjara masing-masing 7 tahun untuk majikan dan 3 tahun untuk istri majikan, serta denda sebesar RM30.000 atau sekitar Rp92 juta.
Kini KBRI Kuala Lumpur mendampingi Derfi menuntut keadilan secara perdata atas gaji yang tak perah diterimanya dari majikan. Pada 30 Juni 2022, surat perintah pemanggilan untuk tuntutan gaji sudah dilayangkan pada pihak majikan dan mengajukan tuntutan ke pengadilan dalam dua tuntutan terpisah, yaitu pertama, tuntutan gaji sebagai pembantu rumah sebesar lebih dari RM160.000 (sekitar Rp522,72 juta).
Kedua, tuntutan gaji sebagai pembantu bengkel aksesoris mobil atau mekanik terhadap majikan lebih dari RM170.000 (sekitar Rp555,39 juta).
Sebelumnya Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono menyampaikan bahwa sebagian besar kasus yang pekerja migran Indonesia alami di Malaysia adalah persoalan gaji yang tidak dibayar oleh majikannya. Bahkan, banyak dari majikan yang melakukan itu termasuk golongan mampu.
Ia juga sempat menduga akar masalah itu terjadi karena sikap semacam merendahkan (superiority complex) sebagai orang Malaysia terhadap pekerja migran asal Indonesia, dan tidak pernah merasa takut pada konsekuensi hukum.
Beberapa kasus serupa terkuak di 2023 seperti yang dialami seorang pembantu rumah tangga asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang mengalami penyiksaan selama 6 bulan dan tidak digaji sejak mulai bekerja. Kasus itu terungkap pada akhir April lalu setelah pekerja migran itu berhasil kabur dari rumah majikan dengan tubuh penuh luka.
Kasus lainnya yang terungkap menimpa pekerja migran asal Sumatera Utara yang bekerja sebagai pembantu di Kuala Selangor, Malaysia, yang mengalami penyiksaan hingga pemerkosaan oleh majikan yang merupakan seorang nelayan. Lina (bukan nama sebenarnya) bekerja dengan seorang nelayan Malaysia sejak September 2020, dan hanya satu kali menerima gaji.
Yang terbaru, pekerja migran asal Banjarnegara, Jawa Tengah, mengalami penyiksaan dan tidak digaji selama 5 tahun oleh majikan yang merupakan mantan politisi bergelar Dato’. Kekerasan fisik sering Nunik (bukan nama sebenarnya) alami tanpa alasan yang jelas.
Sama dengan Derfi, Nunik sempat kabur namun ditemukan lagi oleh sang majikan, dan harus mengalami kekerasan berulang lagi.
Derfi yang saat ini berada di Shelter KBRI Kuala Lumpur sudah tidak sabar untuk pulang, bertemu lagi dengan mama dan keluarganya, setelah sekian lama tak ada kabar berita.
Ia berharap, kali ini, keadilan itu berpihak padanya sehingga ia dapat lebih ringan melangkah melanjutkan hidupnya, meninggalkan semua mimpi buruk yang dialaminya di Malaysia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Cerita Derfi pekerja migran asal NTT, "Saya mati hidup kembali"