Cerita Derfi pekerja migran dari NTT, "Saya mati hidup kembali"

id KBRI Kuala Lumpur,pekerja Migran Indonesia,pembantu rumah tangga,Derfi Bisilisin

Cerita Derfi pekerja migran dari NTT, "Saya mati hidup kembali"

Derfi berjalan menuju ruang sidang di Pengadilan Sipil Kota Bharu, Kelantan, Malaysia, Senin (4/9/2023). ANTARA/Virna P Setyorini

Setidak-tidaknya perlakukan dan anggaplah saya seorang manusia yang sepatutnya mendapatkan perlakuan sama sebagaimana manusia-manusia yang lain
Kuala Lumpur (ANTARA) - Genap 12 tahun ia meninggalkan rumah. Derfi Bisilisin, perempuan asal Desa Bakoein, Kecamatan Amfoang, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengadu nasib di Malaysia menjadi asisten rumah tangga.

Tanpa kabar berita selama lebih dari 9 tahun, keberadaannya bak ditelan Bumi. Mamanya pun begitu terkejut ketika di 2021 Derfi menghubungi untuk kali pertama.

“Tanggal 1, bulan 1, tahun 2021, baru bisa hubungi keluarga saya,” ujar Derfi, mengingat dengan jelas kapan akhirnya dirinya dapat berbicara dengan mamanya dan saudara-saudaranya di kampung melalui sambungan telepon.

“Itu pun cuma 10 menit, suruh telepon keluarga,” kata Derfi, yang saat itu ia berada di Rumah Perlindungan Khas Wanita di Kota Bharu, Kelantan, setelah berhasil kabur untuk ke sekian kalinya dari rumah majikan di Kota Bharu, Kelantan.

“Pertama kali mama saya juga bingung. Kaget dia. ‘Emang anak saya masih hidup? Saya ingat kau sudah mati’,” kata Derfi, mengulangi ucapan mamanya.

“‘Iya’, saya bilang. ‘Saya mati hidup kembali’,” kata Derfi, mengulangi kata-katanya kepada sang mama dengan logat NTT-nya.

Cerita itu ia sampaikan kepada ANTARA di luar ruang sidang di Pengadilan Sipil Kota Bharu, Kelatan, awal pekan lalu.

Sidang yang teramat penting baginya. Untuk menuntut hak gaji dari setiap tetes keringat dan air mata yang telah mengalir selama dirinya bekerja 9 tahun 3 bulan dengan majikan, Koe Bon Aik, di Kelantan.


Awal ke Malaysia

Pada 2011, anak ketiga dari empat bersaudara itu meninggalkan kampung halamannya. Tidak ada firasat buruk saat itu.

Orang tuanya petani. Mereka mengandalkan kebun jagung dan padi tadah hujan sebagai satu-satunya sumber penghasilan keluarga.

Yang ia inginkan hanya dapat bekerja, memperoleh penghasilan, dan bisa membantu kehidupan keluarganya di kampung. Seperti yang dilakukan salah seorang tetangganya yang, menurut Derfi, sukses bekerja di Malaysia hingga mampu membangun rumah menjadi lebih baik.

Perempuan muda kelahiran 12 Desember yang tidak menamatkan sekolah menengah pertamanya itu masih ingat keberangkatannya bersama agen yang menyalurkannya bekerja di Malaysia.

Setelah melakukan perjalanan darat ke Kupang, mereka terbang ke Batam via Jakarta. Lalu menyeberangi Selat Malaka menuju Johor Bahru, sebelum melanjutkan perjalanan darat hingga Kelantan.

Jika ditotal setidaknya butuh waktu 22 jam melakukan perjalanan tanpa henti dari kampung halamannya di NTT hingga sampai ke Kota Bharu, Kelantan, Malaysia, dengan menggunakan mobil, pesawat, dan kapal. Perjalanan menjadi butuh waktu beberapa hari karena transit.