Ditjen Gakkum KLHK segel lahan PT PGK yang terbakar di Palangka Raya

id KLHK ,Palangka Raya,Kalteng,Dirjen Gakkum KLHK segel lahan PT. PGK di Palangka Raya,PT. PGK

Ditjen Gakkum KLHK segel lahan PT PGK yang terbakar di Palangka Raya

Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani (kiri) bersama personel kepolisian menyegel lahan perkebunan milik PT PGK di Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (6/10/2023). ANTARA/Auliya Rahman 

Palangka Raya (ANTARA) - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel lahan perkebunan kelapa sawit yang terbakar milik PT Palmindo Gemilang Kencana di Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya.

"Berdasarkan citra satelit, lahan PT PGK yang terbakar seluas kurang lebih 372 hektare," kata Direktur Jenderal Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani di Palangka Raya, Jumat.

Rasio mengatakan penyegelan dilakukan untuk menghentikan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah.

"Selain upaya pemadaman terus-menerus yang dilakukan personel Manggala Agni, TNI, Polri, Dinas Kehutanan, dan Masyarakat Peduli Api (MPA), penegakan hukum secara tegas harus dilakukan," ujarnya.

Langkah penegakan hukum itu dimulai dengan penyegelan lokasi-lokasi yang terbakar. Penyegelan di lahan terbakar PT PGK ini merupakan langkah awal penegakan hukum oleh Ditjen Gakkum KLHK.

"Pemegang izin atau pemilik lokasi harus bertanggung jawab mutlak atas kebakaran ini. Penyegelan ini harus menjadi pembelajaran bagi korporasi maupun masyarakat yang lahannya terbakar," katanya.

Rasio menambahkan untuk penanganan karhutla yang terjadi saat ini, lembaganya akan menggunakan semua instrumen penegakan hukum yang menjadi kewenangannya.

Penegakan hukum berlapis akan diterapkan melalui penegakan hukum administratif, termasuk pengenaan sanksi pencabutan izin dan gugatan perdata ganti rugi.

Penegakan hukum pidana berlapis dilakukan tidak hanya pengenaan pidana pokok dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar, namun juga dapat dikenakan pidana 12 tahun dan denda Rp12 miliar, apabila berdampak terhadap kesehatan manusia.