Lahir Di Luar Negeri, Anak TKI Harus Miliki Kewarganegaraan Yang Jelas

id Lahir Di Luar Negeri, Anak TKI Harus Miliki Kewarganegaraan Yang Jelas

Lahir Di Luar Negeri, Anak TKI Harus Miliki Kewarganegaraan Yang Jelas

Kuala Lumpur, (AntaraKL) - Anak-anak warga negara Indonesia yang lahir di luar negeri harus memiliki status kewarganegaraan yang jelas karena sudah menjadi ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara melindungi segenap Bangsa Indonesia, kata pejabat Kementerian Hukum dan HAM RI.

"Jadi, mereka (anak-anak TKI/WNI) yang lahir di luar negeri tidak boleh 'stateless' (tidak punya kewarganegaraan)," ungkap Kepala Balitbang HAM Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM, Mualimin Abdi dalam diskusi tentang kewarganegaraan dengan sejumlah masyarakat Indonesia di Kuala LUmpur, Malaysia, Jumat (7/11).

Namun, kata dia, jika terjadi hambatan dalam pelaksanaannya seperti dalam kelengkapan administrasi, maka harus dicarikan jalan agar anak-anak tersebut bisa mendapatkan status kewarganegaraannya.

Apabila aturan hukum mempersulit, dia berpendapat tentu perlu dicari jalan keluarnya mengingat salah satu bentuk hukum yang dibuat itu adalah untuk memenuhi hak asasi manusia.

Jika dilihat kasus per kasus, maka sepertinya permasalahan ini terjadi akibat ketidaktahuan para TKI/WNI yang menetap di luar negeri tentang peraturan perundangan yang berlaku terkait status kewarganegaraan tersebut.

Ataupun, lanjut dia, mungkin memang sengaja mereka membiarkan ketidaktahuan itu karena enggan mengurusnya.

Di sisi lain, permasalahan tentang status kewarganegaraan ini akibat aparat kurang melakukan sosialisasi.

Dengan kelemahan-kelemahan tersebut, maka banyak dimanfaatkan oleh para calo yang menyatakan mampu menguruskannya dengan cepat.

Senada disampaikan Wakil Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia, Hermono bahwa banyak kasus status tidak jelas dari anak para TKI/WNI yang dilahirkan di negara tempatnya bekerja akibat orang tua yang pernikahannya tidak sah secara negara dan juga orangtuanya tidak memiliki izin kerja yang benar.

"Karena status ilegal tersebut mereka tidak berani ke Rumah Sakit untuk bersalin, akibatnya banyak dari mereka yang terpaksa melahirkan di bedeng tempatnya bekerja," jelasnya.

Ironisnya, kata Hermono, akibat melahirkan tidak di rumah sakit, maka anak yang dilahirkan dari orangtua tersebut tidak punya surat keterangan lahir yang menjadi syarat untuk pengurusan akte kelahiran.

Inilah yang menimbulkan permasalahan di kemudian hari, sebab ketika anak ini mau dibawa pulang ke Tanah Air, muncul kendala untuk menguruskan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) karena si anak tidak memiliki surat keterangan lahir.

Dengan tidak ada kelengkapan tersebut maka berimbas terhadap akses untuk memperoleh pendidikan di sekolah.

Hermono memberikan contoh terdapat sekitar 50 ribu anak-anak pekerja Indonesia di Sabah dan Serawak yang tidak bisa memperoleh akses sekolah akibat permasalahan status kewarganegaraan tersebut.

Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia harus mencarikan solusinya agar anak tersebut bisa memperoleh hak-haknya terutama untuk akses pendidikan.

Masukan masyarakat

Diskusi evaluasi peraturan perundang undangan dan hak asasi manusia terkait perlindungan WNI di luar negeri yang dilaksanakan Kementerian Hukum dan HAM RI di Gedung KBRI Kuala Lumpur tersebut berupaya mendapatkan respon, informasi, ataupun masukan dari masyarakat Indonesia yang berada di Malaysia.

Menurut Atase Hukum KBRI Kuala Lumpur, Fajar Sulaeman, diskusi ini berupaya memberikan sosialisasi kepada sejumlah kelompok masyarakat Indonesia di negara ini terkait pemahaman kewarganegaraan.

"Kami berupaya untuk memperoleh masukan dalam rangka persiapan penyempurnaan dan penyusunan peraturan perundang-undangan terkait perlindungan WNI," kata Fajar.

Selain itu, lanjut dia, pelaksanaan diskusi tersebut juga untuk evaluasi terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan HAM.

"Mendapatkan masukan dari masyarakat merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi atase hukum di luar negeri," tegasnya.

Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah kelompok masyarakat Indonesia di Malaysia seperti Ikatan Komunitas Merah Putih (IKMP), Paguyuban Masyarakat Jawa di Malaysia (PASOMAJA), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Persatuan Pelajar Indonesia (PPIM), Ikatan masyarakat Madura (IKMA), IPAMSU, PERISAI, Edukasi Untuk Bangsa (EUB) dan Muslimat, Nahdlatul Ulama (NU) serta IndoKL.

Kelompok-kelompok tersebut merupakan sebagian dari masyarakat Indonesia di Malaysia yang peduli dengan sesama WNI serta senantiasa menjalin tali silahturahmi. (AB)