Dampak Sosial Pengiriman TKW Perlu Perhatian Serius

id Dampak Sosial Pengiriman TKW Perlu Perhatian Serius

Dampak Sosial Pengiriman TKW Perlu Perhatian Serius

Seminar Parenting di KBRI Kuala Lumpur. Foto: Alif Rahman A

Kuala Lumpur, (Antara KL) - Perhatian terhadap pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri lebih menonjolkan sebagai pahlawan devisa dan turut mengurangi pengangguran di dalam negeri, namun dampak sosial terhadap pekerja maupun keluarganya belum menjadi perhatian serius.

"Harus diakui perhatian terhadap dampak sosialnya belum memadai," kata Wakil Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia, Hermono seusai seminar Parenting "Mempersiapkan Remaja menjadi Ibu" di Gedung KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (29/11).

Menurut dia, pandangan umum tentang pekerja Indonesia belum memberikan perhatian yang lebih besar terhadap dampak sosial terutama kepada TKW serta keluarga dan anaknya di Tanah Air.

Berdasarkan statistik, kata Hermono, setelah jadi TKW selama dua tahun, justru banyak daripada mereka yang keluarganya menjadi berantakan, tingkat kenakalan anaknya meningkat.

"Bahkan, tingkat perceraian juga menjadi meningkat," ucapnya.

Dalam hal ini, paradigma terhadap para pekerja Indonesia di luar negeri tidak lagi hanya terfokuskan pada dua sektor itu (menghasilkan devisa dan mengurangi pengangguran), tapi diperluas terhadap perlindungan terhadap pekerja dan keluarganya.

"Dalam Undang-Undang disebutkan bahwa Perlindungan TKI yaitu terhadap pekerja dan keluarganya," kata Hermono.

Senada disampaikan trainer Yayasan Kita dan Buah Hati, Mahyi Dinilyas bahwa para pekerja wanita di luar negeri tentunya juga harus memikirkan bagaimana keluarganya termasuk pendidikan terhadap anak-anaknya.

Dikatakannya, para TKW itu terpaksa meninggalkan keluarga dan anaknya karena tuntutan ekonomi yang kemudian menyerahkan penjagaan dan pendidikannya kepada suami ataupun kepada orang tuanya.

Sedangkan, di era modern ini, pola asuh nenek tidak sepenuhnya sesuai dengan anak-anak sekarang.

Mahyi menambahkan bahwa masalah semakin timbul, semisal si ibu membelikan gadjet untuk membuat senang anak di kampung.

Dengan memiliki barang tersebut si anak bisa berselancar kemana dia mau tuju termasuk melihat sesuatu yang belum sepatutnya untuk diketahuinya. Sementara si nenek yang diminta menjaga anaknya tidak paham dengan peralatan tersebut.

"Tentu akan menimbulkan masalah jika si anak bisa melihat atau mengetahui dan kemudian melakukan hal yang dilihatnya itu sekalipun belum cukup usianya," ungkap dia.

Komitmen Pemerintah

Hermono mengatakan pengiriman pekerja wanita ke luar negeri terutama untuk sektor penata laksana rumah tangga (PLRT) banyak risikonya. Dampak sosial kepada pekerja dan keluarganya sangat besar sehingga harus diakhiri.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini juga sudah mengarah kesana yang mengatakan akan menghentikan pengiriman PLRT.

Mantan Menteri Tenaga Kerja, Muhaimin Iskandar menyampaikan bahwa pemerintah sudah berkomitmen untuk menghentikan pengiriman PLRT ke luar negeri pada 2017.

"Bahkan diperkuat lagi oleh wakil presiden Jusuf Kalla yang akan menghentikan pengiriman tersebut dalam lima tahun ini," kata Hermono.

Menurut dia, komitmen itu terjadi karena memang bisa diartikan sebagai pengakuan bahwa pengiriman PLRT keluar negeri banyak mudaratnya dan risiko bukan hanya untuk pekerjanya tapi untuk keluarga dan anak-anaknya.

Namun demikian, perlu adanya langkah konkrit agar memberikan alternatif pekerjaan pada wanita usia produktif tersebut. (AB)