Jakarta (ANTARA) - Maestro tari Didik Nini Thowok mengatakan pameran foto yang digelar oleh Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA dengan tajuk "Pers, Demokrasi, dan Pembangunan" merupakan karya monumental dengan sejarah penting di dalamnya.
"Pameran ini menarik karena banyak foto-foto yang sangat monumental dan jarang bisa dilihat masyarakat, jadi ini mengandung unsur edukasi," kata Didik Nini Thowok kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Adapun pameran foto bertajuk "Pers, Demokrasi, dan Pembangunan" dihadirkan LKBN ANTARA sebagai bagian dari rangkaian perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2024.
Pameran itu juga mengambil porsi untuk mengenalkan bangunan tersebut sebagai ANTARA Herritage Center sebagai wajah baru yang hadir setelah direvitalisasi beberapa waktu terakhir dan juga untuk menunjukkan semangat baru yang dimiliki ANTARA sebagai media negara yang siap melayani untuk kepentingan bangsa dan negara.
Didik Nini Thowok melihat pameran itu juga sebagai salah satu cara ANTARA menunjukkan makna penting dari sebuah arsip menunjukkan peran pers di setiap periode pertumbuhan demokrasi di Indonesia.
"Saya lihat juga pesannya disini itu bahwa arsip itu penting," kata sang pegiat seni itu.
Saat membahas harapannya terhadap media di peringatan HPN 2024, pria yang kerap mengekspresikan diri lewat tarian itu menginginkan agar semakin banyak pers yang mendalami dan mendokumentasikan kekayaan seni budaya di Indonesia untuk nantinya menjadi bekal bagi generasi muda.
Menurut dia dokumentasi itu tidak hanya menjadi kenang-kenangan tapi juga dapat menjadi sarana belajar bagi generasi muda sehingga nantinya dapat mendorong regenerasi dan penerus seni budaya tersebut.
"Saya berharap pers bisa ikut mendokumentasikan kekayaan budaya Indonesia, itu penting sekali. Kalau melihat maestro-maestro senior yang sudah lebih dulu dari saya itu pun mereka kurang dokumentasi. Jadi dengan bantuan jurnalis hal itu tentu sangat bermanfaat," ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Didik Nini Thowok sebut pameran foto ANTARA sebagai karya monumental