Tanjungpinang (ANTARA) - Malam tujuh likur pada malam ke 27 bulan Ramadhan 1445 Hijriah di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dilaksanakan dengan semarak dan menjadi sebuah tradisi yang tidak lekang oleh zaman.
Tradisi tujuh likur adalah tradisi memasang lampu pelita (lampu dengan bahan bakar minyak) di perkarangan rumah dan menghias jalan-jalan.
"Dimulai pada malam ke 21 masyarakat di Karimun menandai dengan memasang lampu pelita. Hal ini terus berlanjut hingga malam penghujung bulan Ramadhan," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri Juramadi Esram di Karimun, Sabtu (6/4) malam.
Tidak hanya di perkarangan rumah, ribuan lampu-lampu pelita juga dipasang menghiasi bahu jalan.
Selain itu, ada pula karya-karya pintu gerbang dengan motif dan corak Islami. Gubah-gubah masjid, bulan-bintang, kaligrafi berpadu-padan, sehingga nampak megah di jalan-jalan.
Pembuatan pintu gerbang biasanya dilakukan oleh para pemuda daerah atau kampung setempat mereka membuatnya secara bergotong royong secara suka rela. Mulai dari pengambilan bahan-bahan material berupa kayu, papan, bahan buat pelita, dan lain-lain dalam jumlah yang banyak tergantung besar kecilnya pintu gerbang yang akan dibuat untuk perayaan malam tujuh likur.
"Pembuatan gerbang biasanya sehari sebelum menyambut malam tujuh likur," ujar Esram.
Tak hanya itu, tradisi malam tujuh likur juga diisi dengan kenduri yang digelar sepanjang sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Seorang tokoh masyarakat Desa Batu Limau Ibrahim mengatakan di kampungnya, warga secara bergantian melaksanakan kenduri dari satu rumah ke rumah yang lainnya sejak malam ke 21 Ramadhan.
Hajatan pada umumnya dilaksanakan selepas Shalat Magrib. Namun, ada pula yang melakukannya usai salat Tarawih.
"Malam ke 27 itu paling banyak warga menggelar kenduri. Bisa sampai puluhan rumah," kata Ibrahim.
Kenduri malam tujuh likur merupakan bentuk rasa gembira masyarakat karena sebentar lagi akan memasuki hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Di samping itu juga sebagai wujud syukur atas rezeki yang diperoleh, kemudian menjalin silaturahmi antarwarga serta mengharap rahmat pada malam kemuliaan Lailatul Qadar.
"Dalam kenduri itu juga dibacakan pula doa yang terbaik untuk arwah keluarga dan sanak saudara dari yang punya hajat," katanya.
Ibrahim menjelaskan kenduri tujuh likur dilengkapi bacaan-bacaan ayat suci Al Quran dan doa-doa yang dipimpin oleh pembaca doa.
Setelah doa, pihak yang menggelar kenduri akan menjamu tamu yang hadir dengan jamuan hidangan berupa nasi dan lauk-pauk, kuih-muih, serta aneka minuman tawar maupun manis.
Makanan dihidang dalam sebuah wadah (nampan). Satu hidangan dapat disantap empat hingga lima orang dengan duduk membentuk lingkaran
"Tradisi ini sudah melekat, khususnya bagi masyarakat Melayu, sehingga terasa kurang kalau tidak dikerjakan ketika bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri," ucap Ibrahim.*