Oposisi India desak percepatan vaksinasi

id India,pimpinan oposisi,vaksin,COVID-19,COVID-19 India

Oposisi India desak percepatan vaksinasi

Detail guci berisi abu setelah upacara terakhir orang-orang termasuk mereka yang meninggal karena penyakit virus Corona (COVID-19) di sebuah krematorium di New Delhi, India, (6/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS / Danish Siddiqui/aww.

Bengaluru (ANTARA) - Pimpinan oposisi India, Rahul Gandhi, Jumat mendesak pemerintah untuk melakukan vaksinasi terhadap penduduk negara dengan tepat dan menelusuri virus corona dengan basis keilmuan dalam upaya untuk menekan gelombang kedua, di mana terdapat 1,5 juta kasus baru dalam sepekan.

"Kekurangan strategi COVID dan vaksin yang jelas dan koheren serta kesombongan dalam mendeklarasikan kemenangan prematur atas virus yang masih menyebar luas, telah menempatkan India di posisi yang sangat berbahaya," kata Gandhi dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Perdana Menteri Narendra Modi, Jumat.

Modi telah dikritik secara luas karena tidak mengambil langkah lebih cepat untuk menekan gelombang kedua, setelah festival-festival keagamaan dan aksi-aksi politik menyebabkan puluhan ribu orang berkumpul dalam beberapa pekan terakhir dan menjadi acara "penyebaran super".

Pemerintahannya juga telah dikritik karena menghentikan pembatasan kegiatan sosial terlalu cepat, menyusul gelombang pertama dan atas keterlambatan program vaksinasi, yang disebut para ahli medis sebagai satu-satunya harapan India dalam mengontrol gelombang kedua COVID-19.

Kala India merupakan produsen vaksin terbesar kedua di dunia, negara tersebut kesulitan untuk mendistribusikan dosis yang cukup untuk menekan gelombang COVID-19.

Harian The Hindustan Times pada Jumat mendesak: "Percepat program vaksinasi, dapatkan cukup kendali terhadap pandemi..."

Modi telah menekankan bahwa negara-negara bagian India harus terus menjaga laju vaksinasi. Meski negara tersebut telah mendistribusikan setidaknya 157 juta dosis vaksin, laju inokulasinya telah menurun tajam dalam beberapa hari terakhir.

"Setelah mencapai laju sekitar 4 juta per hari, kini kita turun ke 2,5 juta per hari akibat kekurangan vaksin," kata professor ekonomi dari Universitas British Columbia, Amartya Lahiri, dikutip dari harian Mint.

"Target 5 juta per hari berada di sisi yang lebih rendah dari apa yang harus kita targetkan, mengingat bahkan di laju tersebut pun, akan memakan kita satu tahun untuk memberikan dua dosis bagi semua masyarakat. Situasi saat ini sayangnya sangat kelam."

Uni Eropa pada Kamis mendukung proposal Amerika Serikat untuk mendiskusikan perlindungan paten untuk vaksin COVID-19 dalam upaya untuk meningkatkan pasokan dan akses terhadap vaksin, terutama di negara-negara berkembang yang rentan.

India melaporkan rekor baru dalam peningkatan kasus virus corona sebanyak 414.188 kasus, pada Jumat, membawa total kasus baru pada pekan ini sebanyak 1,57 juta. Total kasus di India kini mencapai 21,49 juta. Sementara itu, kematian yang diakibatkan COVID-19 meningkat sebanyak 3.195 kasus menjadi 234.083.

Para ahli medis mengatakan bahwa situasi sebenarnya atas COVID-19 di India mencapai lima hingga 10 kali lipat dari penghitungan resmi.
Pusat penyebaran baru di negara-negara bagian selatan
 
Sistem kesehatan India runtuh di bawah tekanan para pasien, dengan rumah-rumah sakit yang kehabisan tempat tidur dan oksigen medis. Kamar-kamar jenazah dan krematorium tidak dapat mengendalikan angka kematian dan tumpukan kayu pembakaran jenazah sementara dibakar di taman-taman dan tempat-tempat parkir.
 
Infeksi kini menyebar dari kota-kota yang terlalu padat ke pedesaan yang jauh dan terpencil, yang merupakan rumah dari hampir 70 persen populasi sebesar 1,3 miliar.
 
Meski bagian utara dan barat India menanggung beban paling berat penyebaran virus itu, India selatan kini tampak menjadi pusat penyebaran baru. Bagian yang diambil oleh kelima negara bagian di selatan, dalam angka penyebaran harian, meningkat dari 28 persen menjadi 33 persen dlam tujuh hari pertama bulan Mei, menurut data.
 
Di kota Chennai, hanya satu dari 100 tempat tidur yang dilengkapi oksigen dan dua dari 200 tempat tidur di unit perawatan intensif (ICU) yang kosong pada Kamis, dari tingkat kekosongan sebesar 20 persen pada masing-masing 2 pekan lalu, menurut data pemerintah.
 
Di ibu kota teknologi India, Bengaluru, yang juga berada di bagian selatan, hanya 23 dari 590 tempat tidur di ruang-ruang ICU yang kosong, dan hanya satu dari 50 tempat tidur dengan ventilator yang kosong, situasi yang disebut para pejabat mengarah pada ancaman krisis.
 
Terdapat 325.000 kasus COVID-19 aktif di Bengaluru, dengan permintaan ICU dan unit ketergantungan-tinggi (HDU) yang mencapai 20 kali lipat dari kapasitas, kata H M Prasanna, presiden Asosiasi Rumah Sakit dan Rumah Lansia Swasta di negara bagian Karnataka yang mencakup Bengaluru.
 
"Setiap pasien yang datang ke rumah sakit membutuhkan tempat tidur ICU atau HDU...itulah mengapa para pasien berlarian dari satu rumah sakit ke yang lainnya untuk tempat tidur ICU," ujarnya.
 
"Terjadi pula kekurangan pasokan oksigen medis... Kebanyakan rumah sakit kecil yang tak dapat mendapatkan oksigen sehari-hari menolak untuk menerima pasien COVID."
 
Sejumlah negara bagian India telah memberlakukan pembatasan pergerakan sosial dalam tingkatan berbeda dalam upaya untuk memutus penyebaran, namun pemerintah federal telah menolak untuk memberlakukan penguncian nasional.
 
Bantuan dari negara-negara asing terus masuk, dengan bantuan dari Polandia, Belanda, dan Swiss mencapai India pada Jumat, kata juru bicara kementerian luar negeri Arindam Bagchi melalui cuitan di Twitter.
 
Sumber: Reuters