Cerita Pantarlih "berburu" WNI di Pulau Pinang demi suksesnya Pemilu 2024

id Pantarlih Penang, Pemilu 2024 Oleh Virna P Setyorini

Cerita Pantarlih "berburu" WNI di Pulau Pinang demi suksesnya Pemilu 2024

Petugas Pemutakhiran Data Pemilu (Pantarlih) Penang Santi Mei Linda menyiapkan pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) di Sri Aman Food Court, Kompleks Bukit Jambul, Pulau Pinang, Rabu (15/3/2023). ANTARA/Virna P Setyorini

Mereka tahu pemilu. Tapi kenapa harus didata lagi? Pertanyaannya selalu itu. Jadi susah juga menjelaskannya


“Mereka tahu pemilu. Tapi kenapa harus didata lagi? Pertanyaannya selalu itu. Jadi susah juga menjelaskannya,” kata Santi.

Tidak lama berselang rekan-rekan Santi lainnya datang, lengkap dengan atribut Pantarlih, tentunya. Mulailah mereka mendatangi satu per satu meja yang ada di area pujasera tersebut, menanyakan status kewarganegaraan mereka, memastikan WNI, sebelum menyodorkan formulir pendataan pemilih untuk Pemilu 2024.

Mereka tahu betul lokasi tersebut menjadi favorit para pekerja migran Indonesia yang bekerja di pabrik-pabrik yang ada di Pulau Pinang. Hampir mayoritas meja di pujasera tersebut diduduki WNI, yang tentu saja datang dari berbagai provinsi di Tanah Air.

 
Petugas Pemutakhiran Data Pemilu (Pantarlih) Penang foto bersama usai melakukan pencocokan dan penilaian oleh masyarakat PPLN di Sri Aman Food Court, Kompleks Bukit Jambul, Pulau Pinang, Rabu (15/3/2023). (ANTARA/Virna P Setyorini)



Khozaeni Rahmad yang akrab mereka sapa Pak e bersama dengan Jamaluddin Wali juga mendatangi beberapa meja di sana dan berhasil melakukan coklit. Ini bukan kali pertama ia menjadi Pantarlih untuk Pemilu, namun karena sistem kali ini sedikit berbeda rasanya membuat sedikit sakit kepala terlebih untuk urusan input data di e-Coklit yang di luar negeri aplikasinya tidak berfungsi. 

Dengan memberikan penjelasan singkat mengenai keberadaan mereka untuk mendata WNI untuk keperluan pencoblosan pada Pemilu 2024 nanti, kegiatan mencoklit menjadi lebih mudah. Ada yang bersedia ada pula yang tidak bisa ikut coklit karena tidak membawa identitas diri.

Menurut Pak e, seharusnya sosialisasi mengenai adanya proses coklit oleh Pantarlih dalam rangkaian pelaksanaan Pemilu 2024 kepada masyarakat menjadi bahan catatan KPU untuk pelaksanaan berikutnya. Sosialisasi itu harus lebih gencar agar masyarakat benar-benar tahu akan ada petugas yang datang mendatangi mereka.

Dengan cara itu mengurangi risiko golput dari WNI yang ada di Malaysia karena ketakutan mereka ikut coklit. 

Bukan apa-apa, aksi kejahatan digital cukup marak. Itu alasan lain mengapa WNI di Malaysia menjadi enggan untuk memberikan identitas mereka begitu saja kepada pihak yang tidak mereka yakni bertanggung jawab, terutama jika proses coklit dilakukan melalui sambungan telepon. 

Hal lain, menurut Pak e, juga jadi persoalan dalam melakukan coklit data pemilih untuk Pemilu 2024 adalah waktunya yang begitu singkat, yang secara efektif pelaksanaannya kurang dari 2 bulan.

Hingga akhirnya lagu Suci dalam Debu yang populer di era 1990-an oleh Grup Band Iklim asal Malaysia itu mulai terdengar. Jarum pendek jam tak terasa sudah menunjuk ke angka 10, sedangkan jarum panjang di angka delapan.

Kegiatan coklit para pahlawan demokrasi demi terselenggaranya Pemilu 2024 di Malaysia untuk sementara selesai malam itu, setelah lagu Suci daam Debu berakhir dinyanyikan. Mereka rehat sejenak untuk kembali lagi menemui WNI di Penang pada hari berikutnya hingga berakhirnya masa coklit di luar negeri.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: "Berburu" WNI di Pulau Pinang untuk Pemilu 2024