Ke lokasi WNI berkumpul
Santi dengan beberapa Pantarlih di Pulau Pinang sepakat turun ke lapangan bersama-sama. Meski mereka seharusnya bekerja sendiri-sendiri, akhirnya memilih bersama untuk menghindari penolakan oleh WNI.
Menurut Santi, penolakan dari WNI itu ada dan cukup banyak, terlebih saat Pantarlih bekerja sendiri, tidak menggunakan atribut atau identitas sebagai Pantarlih. Kebanyakan penolakan itu jika Pantarlih melakukan coklit lewat telepon atau menemui mereka yang tidak memiliki dokumen lengkap.

Karenanya pada malam itu, usai pulang kerja, Santi bersama empat rekan Pantarlih lain, yakni Jamaluddin Wali, Anggi Ramadhani Situmorang, Khozaeni Rahmad, dan Ferdio Ghifary Fidhien janji bertemu di pujasera atau food court salah satu pusat perbelanjaan di Bukit Jambul. Salah satu lokasi yang digemari WNI berkumpul.
Sekitar pukul 20.00 waktu setempat, dengan mengenakan rompi Pantarlih berwarna dasar coklat muda, lengkap dengan lambang KPU, serta mengenakan tanda pengenal, Santi tiba pertama disusul rekan-rekan lainnya.
Sambil menunggu rekan-rekannya, Santi mengajak ANTARA memanfaatkan waktu yang ada untuk makan malam terlebih dulu, sambil menikmati live music dari salah satu band Malaysia yang secara fasih mempersembahkan lagu-lagu berbahasa Indonesia. Mulai dari
Santi mengatakan ada beberapa kendala yang memang dihadapi para Pantarlih saat melakukan coklit, menurut Santi. Beberapa di antaranya yakni sulit menjangkau alamat WNI yang tercantum di DP4 atau Sidalih.
Kendala lain yakni respons penolakan dari WNI. Dan terakhir, ia menyebutkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pencocokan dan penelitian data pemilih untuk Pemilu.