Kuala Lumpur (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan mengingatkan pembentukan ASEAN ditujukan untuk menciptakan perdamaian di kawasan.
Hal itu disampaikan Menlu Malaysia dalam pembukaan pertemuan khusus menteri-menteri luar negeri ASEAN yang membahas upaya perdamaian konflik perbatasan Thailand-Kamboja, di Kuala Lumpur, Senin hari ini.
"Ketika ASEAN didirikan, tujuan utamanya adalah sebagai sebuah proyek politik dan keamanan—sebuah proyek yang bertujuan mewujudkan perdamaian regional itulah asal-usul ASEAN," kata Mohamad Hasan dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri Malaysia.
Dalam pertemuan tertutup itu, Hasan menekankan pada tahun 1971 telah ditetapkan deklarasi ASEAN sebagai Kawasan Perdamaian, Kebebasan, dan Netralitas (Zone of Peace, Freedom and Neutrality – ZOPFAN).
Hal itu kemudian diperteguh lebih lanjut melalui Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation – TAC) pada tahun 1976.
"Pesannya bersifat abadi: non-intervensi, penyelesaian sengketa secara damai, penolakan terhadap penggunaan kekerasan, dan kerja sama yang efektif demi stabilitas regional," jelasnya.
Hasan menegaskan semua hal tersebut mengukuhkan komitmen ASEAN terhadap perdamaian dan kerja sama regional. Dan selama hampir enam dekade, ASEAN telah hidup berdasarkan prinsip-prinsip itu.
Dalam banyak hal, kata dia, ASEAN merupakan sebuah keajaiban politik dan keamanan—tangguh, adaptif, dan berorientasi ke masa depan.
Namun dia menyampaikan, saat ini ASEAN berada pada titik kritis dalam urusan regional dan global—sebuah periode yang ditandai oleh disrupsi geopolitik yang menantang fondasi tatanan regional.
Hal itu menurutnya, mengancam kredibilitas ASEAN sebagai salah satu organisasi regional dan proyek integrasi yang paling damai dan paling berhasil dalam sejarah modern.
"Dan dalam ASEAN serta dunia yang sangat saling terhubung, sebuah guncangan keamanan merupakan urusan ASEAN sekaligus menjadi perhatian global. Inilah sebabnya mengapa semua pihak harus menjadikan penghentian permusuhan dan penyelesaian damai sebagai prioritas utama," jelas Hasan.
Dia menyatakan Malaysia selaku Ketua ASEAN 2025 sangat prihatin atas jatuhnya korban sipil atas konflik Thailand-Kamboja, serta konflik berkepanjangan yang mempengaruhi mata pencaharian dan menyebabkan perpindahan penduduk internal dalam jumlah besar.
Dia menekankan sejak dimulainya pertikaian perbatasan Thailand-Kamboja pada bulan Juli 2025, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim telah berupaya untuk memfasilitasi solusi yang bersahabat melalui keterlibatan yang berkelanjutan dengan Perdana Menteri Kamboja dan Thailand.
Upaya ini telah menghasilkan Perjanjian Gencatan Senjata pada 28 Juli serta kesepakatan-kesepakatan lanjutan antara kedua negara, termasuk Perjanjian Perdamaian Kuala Lumpur yang ditandatangani pada 26 Oktober 2025 saat KTT Ke-47 ASEAN oleh Perdana Menteri Kamboja dan Thailand, serta disaksikan oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Malaysia selaku Ketua ASEAN mendesak kedua pihak untuk melaksanakan secara penuh dan efektif seluruh perjanjian serta Perjanjian Perdamaian tersebut.
"Sepanjang proses keterlibatan ini, Perdana Menteri Anwar juga secara aktif berkomunikasi dengan para Pemimpin ASEAN lainnya guna menangani situasi tersebut," jelasnya.
"Pada tanggal 12 Desember, PM Anwar menyampaikan keprihatinan Malaysia dan mendesak kedua pihak untuk menahan diri, menghentikan seluruh permusuhan, serta menghindari tindakan militer lebih lanjut, termasuk penggunaan kekuatan atau pergerakan maju satuan bersenjata, yang berlaku efektif mulai 13 Desember 2025 pukul 22.00," kata dia.
Bahkan, kata dia, sehari menjelang pertemuan menlu ASEAN, PM Anwar telah menghubungi Perdana Menteri Kamboja dan Thailand untuk membahas langkah terbaik ke depan guna meredakan ketegangan yang muncul di antara kedua negara.
PM Anwar, jelas Hasan, pada intinya menekankan pentingnya bagi Kamboja dan Thailand untuk menjunjung tinggi semangat dialog, kebijaksanaan, dan saling menghormati demi mengakhiri ketegangan serta menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Selain itu, Panglima Angkatan Pertahanan Malaysia, melalui mekanisme Tim Pengamat ASEAN (ASEAN Observer Team – AOT), juga secara aktif berinteraksi dengan para mitranya dari Kamboja dan Thailand untuk memantau situasi di lapangan.
Hasan berterima kasih kepada seluruh menteri-menteri luar negeri ASEAN yang hadir dalam pertemuan, termasuk kesediaan Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn dan Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow untuk hadir mencari solusi bersama.
Hasan berharap pertemuan khusus menteri-menteri luar negeri ASEAN di Kuala Lumpur, Senin hari ini, akan memperbarui upaya untuk mengembalikan stabilitas di wilayah yang terdampak dan tercapainya solusi untuk perdamaian Thailand-Kamboja.
Bahas Thailand-Kamboja, Malaysia ingatkan ASEAN dibentuk untuk perdamaian kawasan
Arsip- para menteri luar negeri ASEAN dalam Pertemuan ke-30 Dewan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN (APSC) yang diselenggarakan dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (25/10/2025). (ANTARA/HO-Kemlu RI)
