Ramadhan zaman dulu dan kini
Di sisi lain, generasi sekarang juga tidak sedikit yang menghabiskan ngabuburit dengan bermain gawai sambil rebahan di kamarnya.
Masih soal makanan, generasi dulu, memiliki momen yang selalu ditunggu, terutama pada akhir-akhir bulan puasa, yakni selamatan khatam Al Quran dari tadarus bersama. Mereka biasanya urunan Rp1.000 per orang. Uang yang terkumpul, oleh panitia kemudian dibelikan daging dan masakannya dinikmati bersama.
Lagi-lagi, remaja masa kini mungkin akan kesulitan mengakses rasa nikmat dari selamatan itu, yakni makan bersama hanya dengan suguhan nasi dan lauk daging berkuah. Kehidupan serba kekurangan tidak mensyaratkan banyak hal bagi masyarakat yang hidup di zaman itu untuk memperoleh nikmat bahagia.
Beda zaman beda pengalaman. Meskipun begitu, hal yang tidak pernah berubah dari Ramadhan adalah nilai moral abadi yang mendasari. Ramadhan, baik bagi generasi zaman dulu maupun sekarang, sama-sama mengajarkan kepedulian kepada sesama.
Berlapar-lapar pada siang hari mengajarkan pelakunya untuk merasakan bagaimana rasanya orang hidup kekurangan, tidak mudah memenuhi kebutuhan perut. Puasa yang melarang umatnya makan dan minum serta hal-hal lain yang tidak boleh dikerjakan pada siang hari, mendidik umat untuk bersabar menghadapi semua wujud keadaan.
Pendidikan jiwa lewat puasa itu kemudian disempurnakan dengan kewajiban membayar zakat fitrah bagi setiap individu mampu. Pembersihan jiwa selama kurang lebih 30 hari diikuti dengan pembersihan harta benda lewat zakat fitrah.
Pada akhir Ramadhan, semua generasi ini, sama-sama berharap masuk dalam golongan orang-orang yang meraih kemenangan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ramadhan dulu dan kini