Perwakilan Ormas Islam di Malaysia Serukan Persatuan

id Muntaha Artalim

Perwakilan Ormas Islam di Malaysia Serukan Persatuan

Ustadz Muntaha Artalim (1)

"Saya mengibaratkan semua ormas ini sebagai ranting-ranting dari sebuah pohon besar bernama Islam," kata Yusuf Ali, perwakilan dari Fotar.
Kuala Lumpur, (AntaraKL.Com) – Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) Malaysia berhasil mengundang empat mahasiswa perwakilan dari masing-masing organisasi masyarakat keagamaan. 

Organisasi tersebut adalah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis (Persatuan Islam), dan Forum Tarbiyah (Fotar). 

Dalam forum yang bertajuk "Sepakat Berbeda, Mungkinkah? Ngopi (Ngolah Pikiran) Sejam Bersama Ormas Islam" ini, setiap perwakilan sepakat untuk memahami perbedaan masing-masing sambil berbuat yang terbaik bagi kemajuan Indonesia.

Dalam diskusi yang dilaksanakan di kampus International Islamic University (IIUM) Malaysia ini, Fadli Zarli, Presiden ISFI, menegaskan signifikansi tema yang dipilih. 

"Acara ini kita buat dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke-72. Kita menyadari bahwa di Indonesia sekarang ini banyak sekali terjadi perbedaan dan pertikaian. Karena itulah, kita memilih tema ini," katanya.

"Saya merasa berkepentingan hadir dalam acara ini. Mengapa? Karena saya merisaukan berbagai pertentangan antar ormas [organisasi masyarakat] yang terjadi selama ini," kata Dr.  Muntaha Artalim Zaim, dosen IIUM, dalam sambutan pembukaannya, Kamis (10/8) kemarin. 

Masyarakat, lanjut Muntaha, ternyata belum mampu membedakan mana yang ushul (pokok) dan mana yang furu’ (cabang).

"Ada dua hal yang seringkali menyulut pertikaian sesama muslim di Indonesia, pertama, jika individu atau ormas menudingkan lebel bid'ah ke yang lain, dan kedua, jika terjadi perbedaan pilihan pemimpin dari skala pilkades hingga pilpres, dua hal inilah yang sering memicu terjadinya ketegangan antar individu dan ormas," terangnya. 

Karena itu, harapnya, semua elemen umat muslim agar dapat berjalan beriringan untuk membangun Indonesia bersama.

Acara yang berdurasi hampir dua jam ini berlangsung cukup menarik. 

"Saya mengibaratkan semua ormas ini  sebagai ranting-ranting dari sebuah pohon besar bernama Islam," kata Yusuf Ali, perwakilan dari Fotar. 

Ungkapan senada disampaikan Sutrisno dari Muhamadiyah. "Kalau saya lebih mengilustrasikan perbedaan tersebut dengan perbedaan di mana kita shalat. Bisakah kita shalat tanpa memperdulikan masjid atau musholahnya? Jawabannya bisa," katanya.

Mohammad Hamdi yang bertindak atas nama Nahdlatul Ulama menambahkan bahwa perbedaan itu sah-sah saja. 

"Yang salah adalah saling menyalahkan dan bahkan mengatakan bahwa golongan tertentu akan masuk neraka. Jadi, sejak kapan anda menjadi ‘panitia neraka ?," lugasnya yang langsung disambut gergeran.

Dari Persis, Irfan Nur Hakim menyatakan, "Ormas-ormas kita yang ada sekarang ini bukan agama. Ia hanya sebagai perantara bagaimana kita beragama. Yang salah adalah ketika kita menjelek-jelekkan ormas lain sehingga menimbulkan kebencian saudara semuslim," katanya.

Diskusi juga berlangsung semakin menarik ketika Rajiv Syarif, sang moderator, melemparkan isu Full Day School (FDS) yang memang sedang hangat di Tanah Air. Meski masih terlihat sedikit berbeda, secara umum semua panel sepakat bahwa FDS ini perlu dilihat secara obyektif dan memerhatikan persatuan umat. 

Kesimpulan diskusi menyerukan agar setiap elemen rakyat Indonesia menyadari pluralitas mereka sendiri. Perbedaan yang tidak bisa dielakkan tersebut sesungguhnya hanya jalan berbeda untuk satu tujuan yang sama, kebaikan Indonesia. Karena itu, sikap saling menghormati, terutama terhadap pemimpin, harus terus digalakkan. (Rita/Hamka/Aziz)