Pisang goreng madu Bu Nanik, disangka gosong kini diborong

id pisang goreng,pisang goreng madu,Nanik Soelistiowati,kuliner

Pisang goreng madu Bu Nanik, disangka gosong kini diborong

Nanik Soelistiowati, pendiri Pisang Goreng Madu Bu Nanik. (ANTARA/Nanien Yuniar)

Jakarta (ANTARA) - Jauh sebelum pisang goreng madu miliknya digila-gilai oleh warga Jakarta hingga tenar ke kota-kota lain, Nanik Soelistiowati harus bersusah payah untuk mempromosikan dagangannya agar dilirik orang-orang ketika merintis pada 2007 lalu.

Dari segi penampilan, pisang goreng madu buatannya memang tak menarik. Madu membuatnya permukaannya hitam sehingga kerap disangka gosong.

"Waktu mulai usaha, orang-orang banyak yang mengecam, bilang 'itu pisang gosong!'" tutur Nanik di acara coffee talks #NgobrolUKM dari startup logistik Paxel, Jakarta, Selasa.

Nanik awalnya memiliki usaha katering. Ia mengolah sisa-sisa pisang dari katering menjadi pisang goreng agar tidak mubazir. Berhubung ibunya menderita diabetes, Nanik mengganti gula dengan madu. Saat disajikan, orang-orang sempat protes karena menyangka mereka diberi camilan tak layak.

Namun omongan itu langsung mereda ketika mereka mencicipi pisang goreng madu. Dari mulut ke mulut, akhirnya pisang buatan Nanik semakin diminati.

Nanik kini memiliki sekitar 85 karyawan, sebagian sudah bekerja puluhan tahun sejak bisnis katering yang dikelola orangtua Nanik.

Selain pisang goreng, Nanik juga menyediakan gorengan berbahan ubi, sukun, nanas hingga cempedak.

Pisang Goreng Madu Bu Nanik jadi merchant terlaris di layanan pesan antar Go-Food pada 2017. Pisang manis berukuran bulat dan tebal itu jadi pilihan idaman bagi mereka yang ingin menikmati camilan rasa buatan rumah.

Ulet

Nanik sangat gencar mempromosikan pisang goreng itu dengan berbagai cara, apalagi belum ada media sosial. Ia mendapatkan gerobak dari teman, kemudian mengikuti berbagai bazaar untuk memperkenalkan "si hitam manis".

"Dulu banyak orang yang enggak mau, tapi saya banyak bikin tester. Saya naik motor, sebarkan brosur. Tiap Jumat saya ke masjid, selipkan brosur ke wiper mobil, Hari Minggu, saat kebaktian saya ke gereja, menyebarkan brosur," tutur dia.

Ia juga memperkenalkannya pada para figur publik. Pernah, Nanik ikut merubung Project Pop yang sedang dikelilingi penggemar. Saat penggemar menyodorkan kaos untuk ditandatangani, Nanik datang dengan pisang goreng dan kartu nama. Siapa tahu mereka menyukai rasanya dan berniat untuk membeli.

"Saya minta Tika Panggabean coba, seminggu kemudian betulan Tika memesan," ujar dia.

"Kalau bayar iklan di TV saya enggak mampu, kan saya dari (kalangan) rakyat jelata, bukan konglomerat. Iklannya lewat tester," seloroh Nanik.
 
Nanik Soelistiowati, pendiri Pisang Goreng Madu Bu Nanik (kiri) dan Michelle K Molloy - COO CV. Bu Nanik Group. (ANTARA/Nanien Yuniar)


Ekspansi

Seiring perkembangan zaman, anak-anak Nanik mulai membantu ibunya berbisnis. Mereka mengelola bagian manajemen dan marketing, sementara sang ibu fokus pada produksi.

Ukuran dan bentuk pisang yang awalnya tak beraturan kini mulai diseragamkan dalam sebuah cetakan. Menu tradisional diselingi dengan menu "kekinian", dengan tambahan topping seperti Nutella dan keju, untuk menggaet pembeli dari generasi muda.

Michelle K Molloy, COO CV. Bu Nanik Group, mulai mengendus peluang untuk memasarkan camilan buatan ibunya ke area lebih luas. Permintaan pun semakin tinggi seiring dengan semakin banyaknya orang yang mengenal brand mereka.

Beberapa tahun lalu, dia mulai bekerjasama dengan layanan pesan antar menggunakan ojek berbasis aplikasi online.

"Sejak itu lumayan jadi turning point, makin banyak dikenal, bisa menjangkau lebih jauh."

Tahun ini, Pisang Goreng Madu Bu Nanik menjalin kerjasama dengan startup logistik berbasis teknologi Paxel untuk mengantar camilan-camilan itu ke 12 kota di daerah Jawa dan Bali.

Michelle mengungkapkan semuanya berasal dari ketidaksengajaan. Dia pernah mencoba mengirimkan pisang goreng ibunya untuk teman yang sedang ngidam di Bali. Setelah mencari beberapa pilihan pengiriman, pilihannya jatuh pada Paxel yang menawarkan pengiriman pada hari yang sama.

Michelle tak teliti ketika membaca tanggal pengiriman, dia menyangka pisang goreng itu baru tiba keesokan harinya.

"Saya kaget, order pagi kok ternyata dalam sehari sampai ke Bali. Ide langsung muncul untuk ekspansi tanpa buka cabang dulu," kata dia.

Strategi ini membuat omzet mereka naik hingga 30 persen. Sebelumnya, dalam sehari Nanik biasa mengirimkan tiga ton pisang mentah untuk area Jabodetabek. Setelah berekspansi, meningkat menjadi empat ton pisang mentah sehari. Pisang raja ia dapatkan dari berbagai penyuplai Lampung, Bogor hingga Cianjur.

Rencana mendatang

Pisang goreng madu Bu Nanik bukan cuma digila-gilai di Jakarta. Banyak juga peminat dari luar ibukota di mana kota Bandung yang terdepan.

Untuk sementara, Nanik masih belum berencana untuk membuka cabang di luar Jakarta. Ia ingin memusatkan produksi di satu tempat demi menjaga kualitas.

Sejauh ini, bahan-bahan dari pisang goreng madu harus diolah secara manual karena bahan bakunya merupakan dari pisang yang sangat matang. Bila salah langkah, kualitas dan rasanya yang akan dikorbankan.

"Handling-nya tidak bisa sembarangan," ujar Michelle.

Pelanggan yang berada di luar kota Jakarta dapat mendapatkan pisang goreng ikonik buatannya melalui layanan pengiriman yang tersedia.

"Paxel dan (layanan pesan antar) aplikasi (online) seperti perpanjangan tangan saya, tanpa saya harus membuka gerai (baru)," kata Nanik.

"Kalau ke luar negeri biasanya pakai jastip (jasa titip), sudah ada yang ke Singapura, Hong Kong dan Australia."

Namun bukan berarti ia sama sekali tidak tertarik menambah gerai baru.

"Mungkin kelak kalau sudah bisa ada yang frozen dan bisa digoreng kapan saja," Michelle menambahkan.