Kuala Lumpur (ANTARA) - Tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia sangat merasakan dampak perintah kawalan pergerakan guna mengekang penularan COVID-19, yang diberlakukan di Negeri Jiran dari 18 sampai 31 Maret dan kemudian diperpanjang hingga 14 April 2020.
Asih Lestari, TKI asal Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, yang bekerja di apartemen Vila Angsana, Kuala Lumpur, pada Senin mengatakan bahwa dia tidak memperoleh upah dari perusahaan yang mempekerjakan dia selama pemberlakuan kebijakan isolasi tersebut.
Asih biasanya pagi hari bekerja membersihkan rumah di apartemen Vila Angsana Kuala Lumpur selama lebih kurang tiga jam dan pada siang hari bekerja di kantor kondominium yang berada di Jalan Ipoh Kuala Lumpur dengan bayaran RM1.800 atau sekitar Rp6.880.000 per bulan.
Semenjak ada penghuni apartemen yang positif terserang COVID-19 di apartemen tersebut pada 21 Maret, Asih dilarang masuk kerja, hanya petugas kebersihan yang diperbolehkan masuk ke area apartemen.
"Sangat berdampak ini kalau ini tidak segera berakhir. Mana yang di kampung cuma mengharapkan saya saja dan dari pihak keluarga suami juga cuma mengharapkan suami saya saja," katanya.
Suami Asih, yang bekerja di sektor konstruksi, juga sementara tidak bisa bekerja karena kegiatan proyek pembangunan dihentikan.
Kondisi serupa juga dialami oleh Takhsis Anshori, TKI asal Lamongan yang tinggal bersama teman-temannya di rumah sewa di Jalan Raja Alang Kuala Lumpur.
"TKI di pembinaan (konstruksi) kena dampak PKP (perintah kawalan pergerakan). Kami libur total tidak boleh bekerja. Yang bekerja diliburkan dua Minggu tanpa ada gaji atau ganti rugi dari perusahaan," kata Takhsis, yang bekerja di perusahaan Satria Acces System.
Pria yang aktif di Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia itu mengatakan, karena tidak ada perjanjian perusahaan hanya membayar pekerja yang bekerja.
"Sebelum libur kami sedang mengerjakan konstruksi sebuah masjid di Balakong, Selangor," kata Takhsis, yang sehari-hari berkeliling ke tempat-tempat proyek sesuai permintaan perusahaan tempat dia bekerja.
Persoalan yang sama dihadapi oleh pekerja konstruksi dari berbagai daerah di Jawa Timur yang tinggal di rumah sewa di Jalan Pasir Merah Batu 5 Klang Lama, Kuala Lumpur.
"Banyak dari kami yang sudah hampir enggak makan. Berusaha irit yang penting hidup. Nyambung permit (surat izin kerja) belum siap. Sekarang tidak bekerja, pinjaman dari bos pun tidak ada, mau balik kampung tidak boleh," kata Ilyas Abdullah, TKI asal Lamongan.
"Warga Indonesia di Klang Lama ada sekitar 1.000 orang, belum termasuk kawasan Sri Sentosa dan Puchong," katanya.
Dia berharap WNI tidak mampu yang berada di Malaysia bisa mendapat bantuan untuk pulang, atau setidaknya bantuan makanan.
"Saya kasihan sama mereka. Kalau yang dari kita sudah masuk dalam organisasi baik di Muhammadiyah maupun NU jadi ada solidaritas sedikit, tetapi kebanyakan orang luar daerah kita kan enggak ikut aktif di organisasi, cuma hidup sendiri," katanya.
Pada kesempatan yang sama TKI yang lain, Miftah mengatakan pihaknya juga meminta pihak pemerintah untuk membantu pengurusan permit (surat izin bekerja) bagi para TKI karena apabila kebijakan isolasi belum selesai sedangkan izin kerjanya habis maka akan menjadi masalah bagi mereka.
Sebelumnya relawan dari PCIM Malaysia dengan dukungan surat dari KBRI Kuala Lumpur telah bergerak memberikan bantuan kepada WNI di Malaysia.
Sejumlah organisasi saat ini juga telah menginisiasi penggalangan bantuan bagi WNI di Malaysia, termasuk KNPI Malaysia, Ikatan Keluarga Madura, PCINU Malaysia, Muslim KL, Persatuan Masyarakat Jawa, Masyarakat Ekonomi Syariah, Peradaban Malaysia, Serantau, Lumajang Peduli, GP Anshor Malaysia, Migrant Rescue Team, dan organisasi masyarakat Aceh.
Staf KBRI Kuala Lumpur juga sudah melakukan penggalangan bantuan. Namun bantuan yang terkumpul belum bisa menjangkau seluruh TKI di Malaysia, yang jumlahnya ribuan.
Saat ini upaya pemberian bantuan langsung ke WNI masih terhambat karena perlu persetujuan dari Pemerintah Malaysia.