Relevansi ASEAN di tengah tantangan multidimensi global

id Komunitas ASEAN,Identitas ASEAN

Relevansi ASEAN di tengah tantangan multidimensi global

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam courtesy call penyelenggaraan Pertemuan Ke-56 Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) di Jakarta, Jumat (14/7/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz

Ekonomi kita saling terkait, tapi tidak benar-benar terintegrasi sebagai satu kesatuan. Pasar ASEAN terfragmentasi, tidak ada standarisasi, dan sudah pasti tidak ada harmonisasi


Bahkan hasil dari pertemuan KTT Pemimpin ASEAN beberapa waktu lalu juga sudah mengarah ke sana, antara, lain menyepakati untuk membangun ekosistem kendaraan listrik regional, memajukan pembayaran regional dan transaksi keuangan lokal, jaringan desa ASEAN, kemitraan komprehensif ekonomi regional, mempromosikan kerangka kerja ekonomi biru.

Selain itu, juga memperkuat sistem ketahanan pangan dan mempromosikan pertanian berkelanjutan, meluncurkan Kesepakatan Kerangka Kerja Ekonomi Digital ASEAN (DEFA) yang akan dinegosiasikan tahun ini, memajukan pelaksanaan rencana induk konektivitas ASEAN, serta lebih maju lagi dengan ASEAN Outlook of Indo Pacific.


Tantangan

Dalam konteks global, perubahan dunia dan kawasan regional ada pada fase yang cepat, dalam bentuk yang lebih rumit dan tidak dapat ditebak, ujar Yose.

Setidaknya ada empat kekuatan yang dinilainya  memengaruhi lanskap ekonomi global dan regional dalam jangka pendek maupun panjang, yakni disrupsi teknologi, rivalitas kekuatan besar, permintaan pembangunan berkelanjutan, serta nasionalisme dan proteksionisme.

Beberapa berdampak pada makroekonomi dan karakteristik produksi di kawasan regional serta membawa dampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat di sana.

Konflik geopolitik berdampak besar terhadap perdagangan, pertumbuhan, dan inovasi, yang ditunjukkan oleh penurunan rasio perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB), hingga perdagangan produk-produk strategis yang menjadi semakin terbatas.

Hasil dari konflik geopolitik tersebut adalah terjadinya deglobalisasi atau setidaknya re-globalisasi perdagangan, ujar Yose. Semakin banyak negara di dunia menerapkan proteksi sebagai “hukuman” terhadap rekan dagangnya sebagai bagian dari strategi keamanan, di mulai dari perang dagang AS dengan China.

Kebijakan ekonomi dan perdagangan sekarang juga menjadi pembatas akses untuk komponen dan teknologi kritis. Itu dapat berdampak pada fragmentasi rantai pasok yang lebih besar lagi.

Pemberian subsidi pembangunan manufaktur chip di dalam negeri Amerika Serikat sebesar 52 miliar dolar AS atau sekitar Rp796,82 triliun membuat negara maju lainnya melakukan hal sama. Jerman salah satunya yang membangun sendiri pabrik semikonduktor di dalam negeri, tidak lagi berinvestasi di luar negara seperti ke Malaysia atau negara lainnya di kawasan regional ini.

Ancaman geopolitik terhadap posisi ASEAN, menurut Yose, juga terasa karena ada beberapa negara anggota yang lebih dekat dengan China, sedangkan yang lainnya lebih memiliki hubungan kuat dengan Amerika Serikat.

Menjaga sentralitas ASEAN dinilai akan menjadi semakin sulit. Banyak inisiatif integrasi di regional bukan di bawah ASEAN dan lebih cenderung tidak inklusif.

Kebijakan industri di negara maju dan pengaturan ulang rantai pasok akan menimbulkan risiko lebih besar bagi posisi Asia Tenggara dalam rantai pasok global.


Menyelesaikan persoalan fundamental

Direktur Eksekutif ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Jukhee Hong mengatakan membuat perhimpunan di Asia Tenggara itu menjadi lebih kuat, tangguh, dan gesit dapat menguatkan kapasitas ASEAN dan membuatnya lebih efektif menghadapi tantangan yang sedang dihadapi.

Hal itu merupakan visi yang baik karena kawasan regional tersebut harus menentukan pijakannya di panggung dunia sekaligus menandakan tekad menjadi kekuatan ekonomi di dunia, kepercayaan kolektif dalam politik dan ekonomi kawasan, keluar dari era kolonial di masa lampau.

Tidak ada keraguan bahwa ASEAN memiliki semua yang dibutuhkan untuk menjadi semakin penting di kawasan untuk diperhitungkan. Asia Tenggara menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat, memiliki kelas menengah yang meningkat, populasi muda yang besar, wilayah berkembang penerima investasi asing langsung (FDI) terbesar, dengan investor terbesar dari Uni Eropa, Amerika Serikat, China, dan intra-ASEAN.