Relevansi ASEAN di tengah tantangan multidimensi global
Ekonomi kita saling terkait, tapi tidak benar-benar terintegrasi sebagai satu kesatuan. Pasar ASEAN terfragmentasi, tidak ada standarisasi, dan sudah pasti tidak ada harmonisasi
Namun, ia juga menyebutkan perspektif yang menjadi sisi negatif ASEAN yang menetapkan mereka sebagai basis produksi pasar tunggal memberi harapan, yang pada saat bersamaan memunculkan kekecewaan. Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara tersebut tidak didesain untuk itu, tetapi lebih pada kolaborasi dan kerja sama daripada integrasi.
“Ekonomi kita saling terkait, tapi tidak benar-benar terintegrasi sebagai satu kesatuan. Pasar ASEAN terfragmentasi, tidak ada standarisasi, dan sudah pasti tidak ada harmonisasi,” ujar Jukhee, yang menyayangkan kondisi itu.
Tidak ada badan terpusat, yang khusus mengurus kerumitan bisnis di lintas batas negara, yang ada hanya Sekretariat ASEAN dengan tugas rapat koordinasi tapi tidak dapat mengimplementasikan kebijakan apa pun, tidak seperti Komisi Uni Eropa.
Pendapat tersebut serupa dengan yang Yose katakan, bahwa institusi ASEAN harus ditingkatkan lagi untuk dapat merespons tantangan yang baru. Semua tantangan harus dapat terpecahkan dengan efektif, dan butuh menguatkan lagi integritas dan roh komunitas ASEAN.
Sebenarnya, sejumlah usaha kecil menengah (UKM) akan mendapat pertumbuhan ekonomi dan bahkan menjadi dominan, bersama maupun tanpa ASEAN. Yang diperlukan adalah membuat kawasan regional tersebut secara kolektif menjadi semakin menarik, jangan sampai visi mengalahkan kesempatan, kata Jukhee.
Kawasan regional tersebut terus memberi sinyal kesediaan untuk menjadi rekan bisnis dan bekerja sama, menanamkan persaingan positif di antara anggota. ASEAN sebagai satu komunitas harus bergerak progresif sehingga jendela kesempatan tidak hilang.
Menurut Jukhee, yang ASEAN butuhkan yakni menyelesaikan persoalan fundamental, dan itu mengacu pada pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan modal.
Namun, setiap kali berbicara dengan pemangku kepentingan di sektor usaha di kawasan tersebut, yang selalu muncul menjadi pertanyaan mereka adalah bagaimana menyederhanakan, membakukan, hingga menyelaraskan semua kebijakan yang ada di sana.
Ihwal faktor sosial yang, menurut dia, sebetulnya sudah memiliki lapisan sosial yang baik, namun tidak disadari. Kultur sosial, bahasa, makanan, termasuk pernikahan antarwarga negara di kawasan tersebut dapat ditemukan di banyak tempat meski tidak dikenali sebagai “merek” ASEAN, karena hal itu merupakan konsep baru.
Jadi, pencitraan identitas ASEAN sebagai masyarakat Asia yang berbeda-beda, yang mungkin muncul sebagai produk kolonial di masa lampau, harus dibangun ulang.
Harapannya, generasi muda di kawasan regional tersebut dapat mengangkat Satu Identitas ASEAN jauh lebih baik lagi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menakar relevansi ASEAN di tengah tantangan multidimensi global