ASEAN butuh Rp56.729 triliun lebih untuk dapat beralih ke energi terbarukan

id SAREF 3.0,Sarawak Energy,energi baru terbarukan,ASEAN Power Grid,energi terbarukan

ASEAN butuh Rp56.729 triliun lebih untuk dapat beralih ke energi terbarukan

Sesi pembukaan Sustainability and Renewable Energy Forum (SAREF) 3.0 yang diadakan Sarawak Energy Berhad di Kuching, Sarawak, Malaysia, Rabu (6/9/2023), (ANTARA/Virna P Setyorini)

Kuching, Sarawak, (ANTARA) - ASEAN membutuhkan biaya hingga 3,7 triliun dolar AS atau sekitar Rp56.729 triliun untuk mencapai angka penetrasi energi terbarukan di sektor kelistrikan sebesar 90 persen pada 2050. 

Angka tersebut berdasarkan studi ASEAN Centre for Energy (ACE) bersama International Renewable Agency (IRENA), kata Direktur Eksekutif ASEAN Centre for Energy Dr Nuki Agya Utama kepada ANTARA di sela-sela Forum Energi Berkelanjutan dan Terbarukan 3.0 (SAREF 3.0) di Kuching, Sarawak, Malaysia, Kamis.

Sedangkan untuk membangun interkoneksi jaringan energi listrik terbarukan di regional Asia Tenggara maka ASEAN membutuhkan dana Rp3.000 triliun lebih (dengan nilai tukar 1 dolar AS setara Rp15.332) sampai dengan 2050.

“Biaya untuk APG (ASEAN Power Grid) dan transmisi saja kita butuh 200 miliar dolar AS (sekitar Rp3.066,46 triliun). Untuk transmisinya saja ya,” katanya.

Namun jika penetrasi energi terbarukan menjadi 50-65 persen maka, berdasarkan studi ASEAN Energy Outlook 7, kebutuhan biayanya mencapai sekitar 730 juta dolar AS (sekitar Rp11,19 triliun) hingga 850 juta dolar AS (sekitar Rp13,5 triliun) hingga 2050.

Kemungkinan sumber pembiayaannya, menurut Nuki, bisa dari “blended finance” hingga “public private partnership”.

“Tapi yang paling penting adalah kita harus sadar 80 persen investasi di sektor energi itu dari private (sektor swasta),” ujar dia.

Ia mengatakan negara tidak memiliki kapasitas untuk membiayai itu semua, sehingga pihak swasta secara global yang harus melakukannya. Termasuk sektor perbankan yang mau berinvestasi.

“Perbankan perlu sadar ini ada potensi besar, mereka harus datang memberikan tawaran dengan mekanisme-mekanisme yang atraktif,” kata Nuki.

Secara alami, menurut dia, perbankan selalu melihat sisi mekanisme risiko sehingga tidak akan menganggap potensi ini dapat diandalkan ketika risikonya terlalu besar.

“Jika melihatnya dengan cara seperti itu sulit berkembang dengan kebutuhan 3,7 triliun (dolar AS) untuk 90 persen pembangkit energi terbarukan, 50-65 persennya saja kita butuh 700-850 juta (dolar AS). Banyak sekali uang yang harus diinvestasikan,” ujar Nuki.