Menlu Retno bicara soal KTT G20, kepercayaan dunia, dan dinamika geopolitik

id Menlu RI,KTT G20 Oleh Aria Cindyara

Menlu Retno bicara soal KTT G20, kepercayaan dunia, dan dinamika geopolitik

Arsip - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Pertemuan Tingkat Tinggi untuk Memperingati dan Mempromosikan Hari Internasional untuk Perlucutan Senjata Nuklir di New York, Amerika Serikat, 26 September 2022. (ANTARA/HO-Kemenlu RI) (ANTARA/HO-Kemenlu RI/avis.infomed)

Jakarta (ANTARA) - Kurang dari satu bulan lagi Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Perhelatan itu menjadi puncak presidensi Indonesia pada forum 20 negara dan kawasan dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut dalam satu tahun terakhir.

Saat Indonesia menerima tongkat estafet presidensi dari Italia tahun lalu, dunia dihadapkan pada pandemi COVID-19, sebuah situasi yang memaksa dunia untuk menjalankan langkah-langkah darurat. Namun, usai Indonesia mengumumkan berbagai fokus dalam presidensinya, situasi lain telah terjadi, yakni perang Rusia dan Ukraina.

Berikut adalah wawancara khusus ANTARA dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi terkait berbagai persiapan KTT G20 hingga tantangan yang masih dihadapi hingga saat ini.

ANTARA: Kurang lebih 150 pertemuan G20 telah dilakukan atau sedang berlangsung, termasuk pertemuan tingkat menteri luar negeri. Apa hasil pertemuan-pertemuan tersebut dan apa yang bisa ditindaklanjuti secara konkret?

Menlu RI: Kira-kira tinggal satu bulan lagi kita akan menjadi tuan rumah sebuah perhelatan besar, KTT G20 bulan November tanggal 15-16 di Bali, dan ini adalah puncak dari presidensi Indonesia.

Dan sekaligus di KTT itu, kita akan menyerahterimakan presidensi kepada India. Kalau kita tarik ke belakang, memang sudah banyak sekali pertemuan-pertemuan yang kita lakukan baik pada tingkat menteri, tidak saja menteri luar negeri, tetapi banyak sekali menteri teknis lain pada tingkat working group, pada tingkat SOM, banyak sekali, jumlahnya ratusan plus side eventsSide events-nya juga sangat luar biasa.

Mengenai masalah pertemuan tingkat menteri luar negeri, ada beberapa hal yang perlu saya garisbawahi.

Bulan Juli saya ingat betul situasi sangat panas, jadi bahwasannya di titik itu, di pertemuan menteri luar negeri, semua menteri luar negeri G20 maupun undangan semua hadir.

Nah, mungkin kalau dalam kondisi biasa (dan) normal kita sering lihat juga pertemuan itu tidak dihadiri oleh semua, jadi it’s like magic bahwa di tengah situasi yang sangat sulit kita bisa menghadirkan semua menteri luar negeri. Pertanyaannya, kok bisa? Jadi ini perlu sebuah proses yang sangat luar biasa, jadi kalau di dunia kami, di dunia diplomasi, sebuah peristiwa itu tidak muncul atau tidak terjadi begitu saja.

Misalnya, pertemuan menteri luar negeri. Semua menteri luar negeri datang, tapi di balik itu, proses persiapannya itu sangat luar biasa dan it took me months untuk bicara dengan para menteri luar negeri G20 satu persatu.