Ramai-ramai promosi cita rasa Indonesia di Busan

id Ramai-ramai promosi cita rasa Indonesia di Busan

Ramai-ramai promosi cita rasa Indonesia di Busan

Suasana festival kuliner Nusantara di Busan, Korea Selatan, Sabtu (12/12/2015). (ANTARA News/Desca Lidya Natalia)

Koki televisi terkenal asal Amerika Serikat, Anthony Bourdain, mengatakan "Kau belajar banyak tentang seseorang ketika makan bersama-sama."

Jadi tak salah jika Kementerian Pariwisata menggunakan kuliner sebagai salah satu alat untuk memperkenalkan Indonesia ke bangsa lain.

Pada Sabtu (12/12), Kementerian menggelar festival kuliner Nusantara di Busan Indonesia Center (BIC), Korea Selatan, untuk mempromosikan cita rasa Indonesia.

Gedung empat lantai dengan kedai kopi "Kafe Luwak" yang menyediakan beragam kopi asli Indonesia dan kerajinan tangan di lantai satu itu berada di daerah sub-urban dan dianggap strategis untuk menarik massa.

Saat festival kuliner Nusantara, aneka makanan Indonesia seperti mi goreng, sate ayam, rendang, gado-gado, bubur kacang hijau, bubur ketan serta kopi hitam tersaji gratis di gedung milik Kim Soo Il yang diresmikan tahun 2012 itu.

Koki sekaligus dosen Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Christian Helmi Rumayar memasak makanan-makanan khas Indonesia itu.

Demi menarik banyak perhatian warga sekitar, empat penari dan empat pemusik dari Bandung World Ethnic serta dua peserta tetap Jember Fashion Carnival unjuk keahlian di acara tersebut.

Para alumni maupun mahasiswa Istitut Seni Budaya Indonesia Bandung itu membawakan lagu daerah, lagu dangdut, tari tradisional hingga tari kreasi diiringi irama gendang, suling sampai biola dalam acara yang berlangsung pukul 10.00 sampai 16.30 waktu setempat itu.

Kostum Jember Festival Maadalika dengan sayap menjulang tinggi juga dipertontonkan.

Dan agar dialog budaya lebih terasa, Kim sebagai tuan rumah mengajak para ibu yang tergabung dalam Busan City Women's Culture Center Team dan Busan City Women's Dancer Team membawakan musik dan tarian tradisional Korea.

Ratusan pengunjung, baik warga lokal Busan maupun warga Indonesia silih berganti mengantre makanan sambil menikmati nyanyian dan tarian. Kadang mereka ikut berjoged dengan para penari.

Di antara pengunjung, ada anggota dewan perwakilan rakyat daerah Busan yang masuk dalam Komite Kesejahteraan dan Lingkungan Lee Jong Jin.

"Saya suka makanan Indonesia terutama mi goreng karena saat saya masih kuliah di Amerika saya sering dibuatkan mi goreng oleh teman sekamar saya asal Indonesia," kata Lee yang datang bersama istrinya ke acara festival kuliner.

Kepala Bidang Festival dan Promosi Asia Pasifik Kementerian Pariwisata Adella Raung mengatakan festival kuliner itu digelar untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke lebih banyak orang Korea.

"Kami berupaya agar makin banyak orang Korea yang kenal dengan budaya Indonesia, apalagi bukan hanya menampilkan masakan melainkan dilengkapi dengan tarian Nusantara," katanya.

"Korea selalu menjadi salah satu pasar utama pariwisata Indonesia dan merupakan satu dari lima pasar terbesar wisatawan mancanegara, apalagi sejak September 2015 sudah diberlakukan bebas visa untuk wisatawan Korea yang akan mengunjungi Indonesia," katanya.



Mengapa kuliner?

"Semua orang butuh makan karena itu orang-orang datang. Kuliner Indonesia sebenarnya masih banyak yang bisa dieksplorasi, karena konsep kebudayaan sebenarnya bukan hanya tarian atau hasta karya tapi juga makanan, sayangnya makanan kerap tidak jadi prioritas," kata Christian Helmy Rumayar (46).

Christian, yang sudah mengajar di STP Bandung sejak 1996, mengatakan masakan Indonesia punya keunggulan dari cita rasanya yang kuat.

"Keunggulan masakan kita itu punya rasa yang sedikit kuat sekaligus menyehatkan karena penuh dengan rempah-rempah. Orang luar suka mengatakan makanan kita spicy, yang konotasinya pedas, tapi maksud sesungguhnya menggunakan banyak rempah yang menyehatkan," katanya.

Ketika orang-orang Portugis dan Spanyol datang ke Indonesia, ia menuturkan, mereka tahu bahwa rempah punya khasiat.

Dan masakan Indonesia berbumbu rempah-rempah berkhasiat itu. Rendang misalnya, dibumbui dengan jahe, kunyit, cabai, dan daun sereh yang berfungsi sebagai anti oksidan menurut Christian.

Christian mengakui masakan Indonesia saat ini belum sepopuler kuliner Thailand maupun Vietnam. Sedikit penyesuaian, menurut dia, perlu dilakukan untuk meningkatkan popularitasnya.

"Kalau dari sudut pandang ilmu masak, penyesuaian masakan sebenarnya hanya sedikit, misalkan, yang dipermasalahkan masakan Indonesia pedas, tapi kan bisa disesuaikan kadar garam dan menganti dengan merica, bukan cabai rawit," katanya.

Selain itu, ia melanjutkan, sebagian warga asing lebih menyukai jenis sup yang tidak bersantan karena itu selanjutnya masakan-masakan tak bersantan seperti pindang perlu lebih ditonjolkan dalam promosi.

"Kalau orang Indonesia terbiasa memasak dengan menggunakan bumbu halus jadi, bumbu ditumbuk dan jadi kaldu baru daging dimasukkan, sedangkan orang asing lebih suka bumbu kasar yaitu dipotong-potong, tumis sebentar lalu masukkan daging, itu yang dilakukan oleh restoran Vietnam dan China," jelas Christian.


Dukungan

Kim Soo Il menggunakan seluruh hartanya untuk membangun BIC dan mengurus berbagai kegiatan bertema Indonesia demi mendukung pertukaran budaya Indonesia dan Korea.

"Saya menanam semua harta saya di BIC, mudah-mudahan lewat gedung ini kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Korea semakin terjalin," kata Rektor Daegu University of Foreign Studies yang fasih berbahasa Indonesia itu.

Kim, yang mulai belajar tentang Indonesia tahun 1972 dan kemudian jatuh cinta pada Indonesia, menjadi wakil pemerintah Indonesia dari tahun 1993 sampai 2007.

"Saya pernah membantu pemerintah Indonesia di sini. Walaupun saya orang Korea, tapi pemerintah mengangkat saya sebagai wakil pemerintah Indonesia di sini selama 15 tahun," katanya.

"Kemudian saya juga bekerja untuk pemerintah Indonesia sebagai perwakilan Indonesia di Korea, juga penasihat untuk perizinan pengusaha Korea, dan saya rektor universitas Daegu, melalui universitas itu, saya mau memajukan studi Indonesia di Korea," tambah dia.

Mahasiswa Kyungsung University asal Indonesia juga ikut mempromosikan Indonesia melalui tari-tarian.

"Di Kyungsung kami ada kelompok tari Kyungsung Indonesia Traditional Dance Association (KITA) dan kami punya acara 'Knock-knock Indonesia' yang menampilkan drama musikal dengan cerita rakyat Indonesia. Semua pemainnya adalah mahasiswa Indonesia di Kyungsung," kata Gita (21), salah satu koordinator KITA.

KITA menyajikan tari-tari tradisional Indonesia dalam bentuk drama musikal dengan lakon cerita rakyat dalam pertunjukan "Knock-knock Indonesia" mereka.

Gita menuturkan acara "Knock-knock Indonesia sudah berlangsung empat tahun dan setiap tahun ada sekitar 400 undangan yang hadir, sebagian besar orang Korea yang awalnya penasaran mengenai Indonesia dan lama-lama menjadi penonton rutin karena menganggap kebudayaan Indonesia sangat berwarna.

"Mahasiswa Indonesia di sini memang secara sadar menunjukkan jati diri sebagai orang Indonesia," kata Gita.